Tiga Langkah Sebelum Pintu Tobat Tertutup

Selasa, 24 Juli 2012, 05:01 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh H Moch Hisyam

Sebusuk apa pun maksiat yang telah dilakukan dan sebanyak apa pun dosa yang telah diperbuat, bila manusia kembali kepada jalan Allah maka Allah SWT akan menerima tobatnya. Bahkan, terhadap orang yang kafir sekalipun, bila ia memeluk agama Islam, Allah akan mengampuni segala dosanya.

Pintu tobat senantiasa terbuka. Dan, Allah SWT akan senantiasa menanti kedatangan hamba-Nya yang akan bertobat. Namun demikian, tidak selamanya pintu tobat terbuka. Ada saatnya pintu tersebut tertutup rapat, terutama pada dua keadaan.

Pertama, ketika nyawa manusia sudah berada di tenggorokan. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah yang Mahamulia lagi Mahaagung menerima tobat seseorang sebelum nyawanya sampai di tenggorokan.” (HR Tirmidzi).

Kedua, ketika matahari terbit dari tempat terbenamnya. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa bertobat sebelum matahari terbit dari barat, niscaya Allah menerima tobatnya.” (HR Muslim).

Bila pintu tobat telah tertutup maka penyesalan, permohonan ampunan, perbuatan baik, dan keimanan orang kafir tidak akan bermanfaat lagi. Sebab, Allah SWT tidak akan menerimanya. “Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka), atau kedatangan Tuhanmu atau kedatangan sebagian tanda-tanda Tuhanmu. Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah: "Tunggulah olehmu, sesungguhnya kami pun menunggu (pula)." (QS al-An'am [6]: 158).

Hal ini harus menjadi perhatian kita untuk tidak menunda-nunda dalam bertobat. Sebab, bila tidak segera dilakukan maka bukan tidak mungkin hal itu akan menenggelamkan kita pada kemaksiatan yang pada akhirnya diri kita akan menganggap baik setiap sesuatu yang buruk.

Selagi kita hidup di dunia, mari kita gunakan kesempatan ini untuk menyikapi bersiap diri sebelum pintu tobat tertutup.

Pertama, bersegera melakukan tobat. “Sesungguhnya tobat di sisi Allah hanyalah tobat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertobat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah tobatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” (QS An-Nisa [4]: 17).

Kedua, bersegera melakukan berbagai macam kebaikan sebelum datangnya masa yang menyebabkan kita sulit untuk melakukan kebaikan. Rasulullah SAW bersabda, “Bersegeralah kalian untuk mengerjakan amal-amal saleh, karena akan terjadi berbagai fitnah yang menyerupai malam yang gelap gulita.” (HR Muslim dan Tirmidzi).

Ketiga, berusaha meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Dengan takwa kita akan diberi kemampuan untuk membedakan yang benar dan salah. (QS al-Anfaal [8]: 29).

Redaktur: Heri Ruslan


Sumber :
Republika Online -

Inilah 3 Jalur Penyucian Diri

Selasa, 31 Juli 2012, 11:53 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr A Ilyas Ismail

Salah satu hikmah penting puasa, menurut Yusuf Qaradhawi, adalah mendidik dan merawat jiwa (tazkiyat al-nafs) agar tetap bersih dan patuh kepada Allah SWT, dengan melakukan semua perintah dan menjauhi semua larangan-Nya.

Dalam Alquran, jiwa (nafs) menunjuk kepada berbagai kecenderungan yang ada dalam diri manusia, kecenderungan yang buruk, destruktif (fujur) maupun kecenderungan yang baik, konstruktif (takwa). (QS al-Syams [91]: 7-10).

Kesempurnaan jiwa, seperti ditunjuk ayat di atas, tidak sekali jadi atau taken for granted, tetapi dalam proses (on going process) menjadi sempurna. Kesempurnaannya memerlukan upaya perawatan dan penyucian diri yang harus dilakukan secara terus-menerus sepanjang waktu.

Dalam ajaran sufistik, penyucian diri atau perawatan jiwa itu secara umum dilakukan melalui tiga jalur.

Pertama, takhalli, yaitu proses bersih-bersih diri dengan mengosongkan sifat-sifat buruk atau tercela yang ada dalam jiwa kita. Takhalli merupakan proses awal yang harus dilakukan agar jiwa kondusif untuk perubahan dan perbaikan.

Kedua, tahalli, yang secara harfiah bermakna berhias atau bersolek (mempercantik diri). Setelah jiwa kondusif untuk pertumbuhan, perawatan jiwa selanjutnya dilakukan dengan tahalli, yaitu suatu proses menanamkan sifat-sifat baik dan mulia ke dalam jiwa. Dengan tahalli, manusia berusaha menghiasi diri dengan kualitas-kualitas moral atau keluhuran budi pekerti.

Ketiga, tajalli yang tak lain adalah performa kesempurnaan (takwa). Tajalli menunjuk pada orang yang mampu menyerap potensi-potensi kebaikan (ilahiyah) dan mengaktualisasikannya secara sempurna, sehingga ia menjadi manusia paripurna (insan kamil) seperti tampak pada diri nabi-nabi, terutama Nabi Muhammad SAW.

Ibadah puasa menjadi sangat penting sebagai media perawatan jiwa, karena secara intrinsik tiga jalur penyucian jiwa itu terkandung dalam ibadah puasa. Menurut Qaradhawi, ibadah puasa itu berintikan dua dimensi perjuangan yang secara bersama-sama harus diupayakan.

Pertama, dimensi pencegahan dan pengendalian (kaffun wa tarkun). Dalam ibadah puasa, seperti diketahui, terdapat banyak larangan. Orang yang berpuasa harus membersihkan diri dari berbagai keburukan dan akhlak tercela, sehingga Nabi SAW menyebut puasa sebagai perisai (junnah) dari dosa-dosa dan kejahatan (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah). Di sini terdapat proses takhalli dalam ibadah puasa.

Kedua, dimensi tindakan dan perbuatan (fi`lun wa `amalun). Selain menahan diri dari berbagai godaan, orang yang berpuasa diminta agar berbuat dan melakukan berbagai kebajikan dan amal saleh, seperti memberi makan dan buka kepada orang-orang yang berpuasa, meperbanyak sedekah, serta peduli kepada orang-orang tidak mampu. Ini semua, tak lain dan tak bukan, merupakan proses tahalli dalam ibadah puasa.

Sedangkan, tajalli mengejawantah dalam “prestasi puncak” bernama takwa. Ini berarti, penyucian diri dan perawatan jiwa yang dikelola melaui ibadah puasa, diharapkan benar-benar dapat mengantar kaum beriman menggapai takwa. Wallahu a`lam.

Redaktur: Heri Ruslan


Sumber :
Republika Online - http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/12/07/31/m80dlf-inilah-3-jalur-penyucian-diri

Shaum Ramadhan Penghapus Dosa

Home > Dunia Islam > Pojok Arifin Ilham

Kamis, 26 Juli 2012, 07:00 WIB

Assalaamu alaikum wa rahmatullaahi wa barkaatuhu.

Sahabatku simaklah berita gembira dari Rasulullah, "Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan keimanan dan mengharapkan ridho Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang terdahulu. (HR. Bukhari).

Begini sahabatku, kalaulah kita mulai aqil balig 15 thn dan Sekarang umur kita 35 tahun, maka selama 20 tahun kita bergelimang dosa, tetapi dengan kesungguhan shaum, benar-benar karena iman, yakin bahwa hanya Allah sebagai Tuhan semesta Alam ini, benar-benar ingin Ridho-Nya, Rahmat-Nya, Ampunan-Nya, Hidayah-Nya, Berkah-Nya, Syurga-Nya dan benar-benar janji mengubah diri untuk sungguh-sungguh taubat, janji tidak maksiat dan berbuat zholim lagi, maka seluruh dosanya selama 20 tahun Allah ampuni semuanya, Allahu akbar.

Terimaksih ya Allah untung Kau ramadhankan kami Alhamdulillah Engkau benar-benar menyayangi kami, "Ya Allah ampunilah seluruh dosa kami, terimalah taubat kami, terimalah amal ibadah kami... Aamiin".

Redaktur: Slamet Riyanto


Sumber :
Republika Online - http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/pojok-arifin-ilham/12/07/25/m7plep-shaum-ramadhan-penghapus-dosa

Amin, amin, amin

Home > Dunia Islam > Pojok Arifin Ilham

Senin, 30 Juli 2012, 09:44 WIB

Assalaamu alaikum wa rahmatullaahi wa barkaatuhu

Rasulullah naik mimbar lalu bersabda, ‘Amin, Amin, Amin’. Para sahabat bertanya, “Kenapa engkau berkata demikian, wahai Rasulullah?” Kemudian beliau bersabda, “Baru saja Jibril berkata kepadaku: ‘Allah melaknat seorang hamba yang melewati Ramadhan tanpa mendapatkan ampunan’, maka kukatakan, ‘Amin’, kemudian Jibril berkata lagi, ‘Allah melaknat seorang hamba yang mengetahui kedua orang tuanya masih hidup, namun tidak membuatnya masuk Jannah (karena tidak berbakti kepada orang tuanya)’, maka aku berkata: ‘Amin’. Kemudian Jibril berkata lagi. ‘Allah melaknat seorang hamba yang tidak bershalawat ketika disebut namamu’, maka kukatakan, ‘Amin”.” (HR. Ibnu Khuzaimah & Imam Ahmad).

"Ya Allah bimbinglah hamba agar puasa hamba meraih ridhoMu, Ya Allah berilah hamba kesempatan berbuat terbaik untuk kedua orang tua hamba hingga orang tua hamba ridho, Ya Allah ingatkan hamba untuk selalu bersholawat kepada Nabi Muhammad hingga kelak di akhirat Engkau pertemukan dengan beliau... Aamiin".

Redaktur: Slamet Riyanto


Sumber :
Republika Online - http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/pojok-arifin-ilham/12/07/30/m7ycyv-amin-amin-amin

Rasa Malu Kepada Allah

Sabtu, 28/07/2012 11:17 WIB

Fahmi Salim MA - detikRamadan

Jakarta - Ramadan adalah bulan yang tepat sebagai tempat hamba Allah berintrospeksi. Muhasabah kualitas hubungan dirinya secara vertikal kepada Allah dan horisontal kepada sesama manusia.

Puasa Ramadan mendidik setiap hamba Allah agar memiliki rasa malu di hadapan Allah sebagai manifestasi dari karakter muraqabatullah (pengawasan Allah yang melekat) yang menyebabkan dia sanggup meninggalkan hal-hal yang dibolehkan karena untuk tujuan menghindari hal-hal yang diharamkan oleh-Nya.

Tanpa rasa malu terhadap Allah yang cukup kuat, seseorang akan melakukan apa pun yang haram karena sudah tidak peduli lagi dengan kriteria halal-haram yang digariskan oleh Allah.

Agaknya krisis demi krisis yang dialami bangsa kita saat ini berpangkal dari hilangnya rasa malu. Rasulullah jauh hari menyatakan, “Jika kamu tak lagi punya rasa malu, kerjakanlah apa yang kamu suka!”

Artinya segala bentuk kemunkaran yang kita saksikan mulai dari budaya permisif, seks bebas, tawuran, perselingkuhan, tarian erotis, pesta miras, konsumsi narkoba, korupsi, illegal loging, jual beli putusan hakim, kampanye kondomisasi remaja, suap dan success fee untuk memenangkan tender/proyek, hingga uang pajak yang ditilap, akibat rasa malu yang terkikis dan menghilang dari diri semua lapisan bangsa ini.

Apapun bisa dilakukan. Hukum bisa dibeli, moral dan norma agama bisa dilanggar, amanah dari rakyat bisa dikhianati, gaji dan tunjangan yang besar tak lagi dirasa cukup, kehormatan dan harga diri dijual. Itu semua karena bangsa kita mengalami defisit rasa malu. Tidak ada malu lagi kepada norma agama dan hukum, tidak malu terhadap rakyat, terlebih lagi lenyapnya rasa malu di hadapan Allah ta’ala .

Wajar kalau Rasulullah menekankan arti rasa malu yang benar untuk membangun karakter diri dan bangsa. Dari sahabat Abdullah ibnu Mas’ud, Rasulullah saw bersabda, “Malulah kalian kepada Allah dengan rasa malu sebenarnya!”, lalu para sahabat berkata,“Wahai Rasul sungguh kami masih punya rasa malu Alhamdulillah”. Nabi bersabda, “Bukan itu yang aku maksudkan, namun rasa malu kepada Allah yang benar adalah dengan cara engkau pelihara kepalamu dan semua yang diserap, engkau pelihara perutmu dan semua yang masuk, ingatlah mati dan keadaanmu yang akan jadi tulang belulang, lalu tinggalkan hiasan dunia untuk menjamin kesenangan akhirat! Jika telah melakukan itu semua, baru orang tersebut telah merasa malu yang benar terhadap Allah”. (HR. Ahmad, Tirmidzi dan al-Hakim)

Rasa malu bukan sekedar risih saat aurat kita dilihat oleh orang lain. Rasa malu yang benar menurut nabi, harus direhabilitasi pangkal persoalannya.

Penyebab hilangnya rasa malu karena kita tidak sanggup memelihara penglihatan, penciuman, pendengaran dan pengucapan kita. Mata, hidung, telinga dan lisan kita umbar untuk penuhi syahwat picisan.

Begitu pula rasa malu lenyap, hingga timbul beragam kemunkaran, karena kita tak mampu kendalikan perut yang tak pernah kenyang dan puas. Perut yang dikendalikan syahwat dan tak ada rasa malu, bukan hanya memakan nasi dan lauk pauk secukupnya, tapi bisa menelan batu, pasir, semen, besi dalam jumlah besar hingga banyak infrastruktur dan fasilitas publik yang cepat hancur karena kualitas rendah. Pepatah bilang, satu 'bajing' cukup makan satu buah kelapa, tapi satu (maaf) 'bajingan' tak cukup makan sepuluh ribu pohon kelapa.

Itu semua akibat perut manusia yang tak pernah "dipuasakan" agar disapih dari cinta dunia (hubbu dunya) atau mungkin tiap tahun puasa dan rayakan hari fitri tapi nilai shiyam dan fitrah tak pernah tertancap dalam hatinya akibat budaya puasa-puasa an.

Akibat tidak ingat kematian dan resiko siksa (di kubur maupun akhirat), rasa malu akan sirna. Nabi telah mewanti-wanti kita agar ingat mati, “Perbanyaklah oleh kalian mengingat sang pemutus segala kelezatan dunia, yaitu kematian!”. Orang bijak (al-kayyis), menurut nabi, adalah orang yang berhati-hati dan beramal untuk persiapan hidup setelah mati (man dana nafsahu wa 'amila lima ba'da almawt).

Sayangnya, banyak manusia yang terpedaya, rela mengorbankan kesenangan akhirat yang abadi dan sempurna, dan menukarnya dengan kesenangan hidup duniawi yang fana dan palsu. Padahal, kata nabi, harta hakiki seorang manusia cuma pakaian yang akan lusuh, makanan yang akan hancur, sedekah yang akan ia petik pahalanya. Selebihnya musnah atau jadi hak milik ahli warisnya kelak (HR. Muslim)

Semoga Allah kuatkan tekad kita untuk puasa sungguhan agar takwa mewujud dalam keseharian kita sehingga keberkahan hidup pun akan muncul dari langit dan bumi. Sebagaimana janji Allah dalam surah Al-A'raf: 96. Allahumma Amin

(rmd/rmd)


Sumber :
Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/07/28/111712/1977216/1246/rasa-malu-kepada-allah?r991104tausiyah

Inilah Caranya Agar Doa Dikabulkan Allah

Sabtu, 28 Juli 2012, 16:25 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Doa merupakan satu permohonan dan pujian dalam bentuk ucapan dari hamba yang rendah kedudukannya kepada Rabb Yang Maha Tinggi. Dalam satu riwayat dikemukakan, "Allah SWT sangat murka kepada orang yang tidak mau berdoa kepada-Nya.” (HR. Ibnu Majah).

Orang yang tidak mau berdoa kepada Allah adalah orang yang takabur. Padahal, ia memiliki banyak kelemahan dan berbagai kebutuhan yang tidak mung­kin bisa dipenuhinya sendiri, melainkan berharap datangnya pertolongan Allah SWT.

Oleh karena itu, merupakan keinginan setiap ham­ba terkabulnya segala permohonannya setiap kali berdoa. Akan tetapi, tidak setiap doa akan Allah te­rima karena ada syarat-syarat tertentu, baik anjuran yang harus dipenuhi maupun larangan yang harus dijauhi ketika berdoa. Dan di antara syarat terkabul­nya doa adalah orang yang berdoa itu harus bersih dari konsumsi berbagai barang haram.

Diriwayatkan bahwa pernah suatu ketika sahabat Sa’ad bin Abi Waqas meminta kepada Rasulullah SAW, "Ya Rasulul­lah! Berdoalah kepada Allah supaya Dia menjadikan aku sebagai orang yang selalu dikabulkan bila berdoa."

Rasulullah SAW menjawab, "Wahai Sa'ad! Bersihkan dulu perutmu (dari konsumsi barang haram) pasti eng­kau menjadi orang yang selalu terkabul doamu. Demi Allah, orang yang menelan sekepal saja barang haram di perutnya, doanya tidak akan diterima selama 40 hari 40 malam. Dan siapa saja yang badannya tum­buh dari barang haram serta riba maka nerakalah yang lebih pantas menerimanya." (HR. Ibnu Mardawaih).

Salah satu hikmah puasa adalah kebersihan perut dari berbagai konsumsi makanan dan minuman yang haram. Ini karena tak akan berarti bila seseorang berpuasa, namun mengkonsumsi barang haram atau mengambil hak orang lain saat berbuka atau bersahur.

Jangankan yang haram atau hak orang lain. barang yang halal dan sah menjadi miliknya pun tidak sebebas itu dalam mengkonsumsinya sepanjang ia berpuasa Ramadhan ini. Ada waktu ia menghindari semua yang halal dan sah tersebut, tetapi ada waktu lain yang melarangnya mengkonsumsinya.

Dengan kondisi seperti ini, amat pantas jika Ra­sulullah SAW menyebut orang yang berpuasa (shaum) merupakan salah satu dari tiga golongan yang tidak akan ditolak doanya.

Sabda Rasul, "Ada tiga golongan yang tidak akan ditolak doanya. Pemimpin yang adil. orang yang shaum hingga ia berbuka dan orang yang dizalimi.” (HR. AT-Tirmidzi).

Khusus menyangkut orang yang berpuasa. Rasulullah SAW mengingatkan adanya satu waktu yang tak tertolak segala doa dan permintaan seorang hamba kepada Sang Khalik. Waktu itu adalah detik-detik saat berbuka tiba.

Nabi SAW pernah bersabda, "Bagi orang yang berpuasa (shaum) ketika akan berbuka, ada satu waktu yang apabila ia berdoa pasti doanya dikabulkan." (HR. Abu Dawud).

Oleh karena itu sudah selayaknyalah kita berhati-hati jangan sampai secara sengaja ataupun tidak, kita mengkonsumsi barang-barang haram yang berakibat doa kita akan terhalang. Dengan tidak mengkonsumsi barang haram semoga doa kita selalu terkabul ter­lebih di bulan suci ini yang memberi kemudahan dan fasilitas bagi kita untuk berdoa dengan sebaik-baik­nya.


Redaktur: Heri Ruslan
Reporter: Hannan Putra


Sumber : Ramadhan Bulan Seribu Bulan, Oleh; Tito Irawan.
Republika Online - http://ramadhan.republika.co.id/berita/ramadhan/shaum-ala-rasulullah-saw/12/07/28/m7v66b-inilah-caranya-agar-doa-dikabulkan-allah

8 Amalan di Bulan Ramadhan

Minggu, 29 Juli 2012, 04:15 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, 'Rasulullah SAW memberi kabar gembira kepada para sahabatnya dengan bersabda:

“Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah SWT mewajibkan kepadamu puasa di dalamnya; pada bulan ini pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para setan dibelenggu; juga terdapat dalam bulan ini malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang tidak memperoleh kebaikannya, maka ia tidak memperoleh apa-apa.” (HR Ahmad dan Nasai).

Berikut ini adalah amalan-amalan yang dianjurkan di bulan Ramadhan:

a. Puasa
Allah SWT memerintahkan berpuasa di bulan Ramadhan sebagai salah satu rukun Islam.

Firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah [2]: 183).

Rasulullah SAW bersabda:
“Islam didirikan di atas lima perkara, yaitu bersaksi bahwa tidak Ilah yang berhak disembah selain Allah SWT dan Muhammad SAW adalah rasul Allah SWT, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan pergi ke Baitul Haram.” (Muttafaqun alaih).

Puasa di bulan Ramadhan merupakan penghapus dosa-dosa yang terdahulu apabila dilaksanakan dengan ikhlas berdasarkan iman dan hanya mengharapkan pahala dari Allah SWT, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah SWT, niscaya diampuni dosa-dosanya telah lalu.” (Muttafaqun alaih).

b. Membaca Alquran
Membaca Alquran sangat dianjurkan bagi setiap Muslim di setiap waktu dan kesempatan. Rasulullah SAW bersabda:
“Bacalah Alquran, sesungguhnya ia datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi ahlinya (yaitu, orang yang membaca, mempelajari dan mengamalkannya). (HR Muslim).

Dan membaca Alquran lebih dianjurkan lagi pada bulan Ramadhan, karena pada bulan itulah diturunkannya Alquran.

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). (QS al-Baqarah [2]: 185).

Rasulullah SAW selalu memperbanyak membaca Alquran di hari-hari Ramadhan, seperti diceritakan dalam hadis Aisyah RA, ia berkata: “Saya tidak pernah mengetahui Rasulullah SAW membaca Alquran semuanya, shalat sepanjang malam, dan puasa sebulan penuh, selain di bulan Ramadhan.” (HR Ahmad).

Dalam hadis Ibnu Abbas RA yang diriwayatkan al-Bukhari, disebutkan bahwa Rasulullah SAW melakukan tadarus Alquran bersama Jibril AS di setiap bulan Ramadhan.

c. Mendirikan shalat Tarawih berjamaah
“Sesungguhnya Rasulullah SAW keluar pada waktu tengah malam, lalu beliau shalat di masjid, dan shalatlah beberapa orang bersama beliau. Di pagi hari, orang-orang memperbincangkannya. Ketika Nabi SWT mengerjakan shalat (di malam kedua), banyaklah orang yang shalat di belakang beliau. Di pagi hari berikutnya, orang-orang kembali memperbincangkannya.

Di malam yang ketiga, jumlah jamaah yang di dalam masjid bertambah banyak, lalu Rasulullah SAW keluar dan melaksanakan shalatnya. Pada malam keempat, masjid tidak mampu lagi menampung jamaah, sehingga Rasulullah SAW hanya keluar untuk melaksanakan shalat Subuh. Tatkala selesai shalat Subuh, beliau menghadap kepada jamaah kaum Muslimin, kemudian membaca syahadat dan bersabda, “Sesungguhnya kedudukan kalian tidaklah sama bagiku, aku merasa khawatir ibadah ini diwajibkan kepada kalian, lalu kalian tidak sanggup melaksanakannya.” Rasulullah SAW wafat dan kondisinya tetap seperti ini. (HR al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah RA).

Kemudian, pada zaman Khalifah Umar bin Khattab RA, shalat Tarawih kembali dilakukan secara berjamaah di Masjid. Dan hal itu disepakati oleh semua sahabat Rasulullah SAW pada masa itu. Wallahu A'lam.

d. Menghidupkan malam-malam Lailatul Qadar
Lailatul qadar adalah malam kemuliaan yang lebih baik dari pada seribu bulan. Menurut pendapat paling kuat, malam kemuliaan itu terjadi di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, terlebih lagi pada malam-malam ganjil, yaitu malam 21, 23, 25, 27, dan 29.
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS al-Qadar [97]: 3).

Malam itu adalah pelebur dosa-dosa di masa lalu, Rasulullah SAW bersabda: “Dan barangsiapa yang beribadah pada malam Lailatul qadar semata-mata karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah SWT, niscaya diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.” (HR Bukhari).

Yang dimaksud dengan menghidupkan lailatul qadar adalah dengan memperbanyak shalat malam, membaca Alquran, zikir, berdoa, membaca shalawat, tasbih, istighfar, i’tikaf, dan lainnya. Aisyah RA berkata, ‘Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, jika aku mendapatkan lailatul qadar, maka apa yang aku ucapkan? Beliau menjawab, ‘Bacalah: Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Yang suka mengampuni, ampunilah aku.”

e. Memperbanyak sedekah
Rasulullah SAW adalah orang yang paling pemurah, dan Rasul SAW lebih pemurah lagi di bulan Ramadhan. Hal ini berdasarkan riwayat Ibnu Abbas RA, ia berkata: “Rasulullah SAW adalah manusia yang paling pemurah, dan beliau lebih pemurah lagi di bulan saat Jibril AS menemui beliau, …” (HR Bukhari).

f. Melaksanakan ibadah umrah
Salah satu ibadah yang sangat dianjurkan di bulan Ramadhan adalah melaksanakan ibadah umrah. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa nilai pahalanya sama dengan melaksanakan ibadah haji. “Umrah di bulan Ramadhan sama dengan ibadah haji.”

Demikianlah beberapa ibadah penting yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan di bulan Ramadhan dan telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Semoga kita termasuk di antara orang-orang yang mendapat taufik dari Allah SWT untuk mengamalkannya, dan mendapatkan kebaikan serta keberkahan bulan Ramadhan.

g. Memperbanyak Itikaf
Itikaf dalam bahasa adalah berdiam diri atau menahan diri pada suatu tempat, tanpa memisahkan diri. Sedang dalam istilah syar’i, itikaf berarti berdiam di Masjid untuk beribadah kepada Allah SWT dengan cara tertentu, sebagaimana telah diatur oleh syariat.

Itikaf merupakan salah satu perbuatan yang dikerjakan Rasulullah SAW, seperti yang diceritakan oleh Aisyah RA: “Sesungguhnya Nabi SAW selalu i’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan sampai meninggal dunia, kemudian istri-istri beliau beri’tikaf sesudah beliau.” (Muttafaqun alaih).


Redaktur: Heri Ruslan


Sumber :
Republika Online - http://ramadhan.republika.co.id/berita/ramadhan/shaum-ala-rasulullah-saw/12/07/29/m7w315-8-amalan-di-bulan-ramadhan

Inilah I'tikaf Ala Rasulullah SAW

Senin, 30 Juli 2012, 05:55 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Sebelum diangkat menjadi Rasul Allah SWT, Nabi Muhammad SAW memiliki kecintaan untuk mengasingkan diri, dengan tujuan untuk beribadah.

Menurut Dr Akram Dhiya Al-Umuri dalam Sahih Sirah Nabawiyah, Nabi Muhammad mengasingkan diri dari kaumnya yang Jahiliyah di Gua Hira yang terletak di Bukit Hira. Posisi gua itu berada di tempat yang lebih tinggi dari Ka’bah.

Ibnu Abi Jamrah menuturkan, selama menyendiri di Gua Hira, Nabi Muhammad melakukan tiga bentuk ibadah sekaligus: menyepi, beribadah, dan melihat Baitullah. Rasulullah menyendiri di gua yang sempit itu selama beberapa malam, kemudian kembali kepada keluarganya, dan kembali lagi untuk menyepi.

Kebiasaan itu berlangsung hingga turunnya wahyu dan diangkatnya Muhammad SAW sebagai Utusan Allah. Dalam Fathu Bari dan Shahih Muslim disebutkan bahwa Rasulullah SAW diangkat sebagai nabi pada usia 40 tahun. Imam Baihaqi berkata, ‘’Turun kepada beliau kenabian itu pada usia 40 tahun.’’

Ketika sudah diangkat menjadi rasul, Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk berdakwah dan mengamalkan syariat Islam secara sempurna. Sejak itu, masjid menjadi tempat untuk beribadah kepada Allah. ‘’Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka kamu janganlah menyembah seseorang pun di dalamnya selain (menyembah) Allah.’’ (QS Al Jinn: 18).

Menurut Dr Ahmad Abdurazaq Al-Kubaisi dalam Al-I’tikafu Ahkamuhu wa Ahammiyatuhu fi Hayati Muslim, Nabi Muhammad SAW senantiasa menjalin ikatan dengan Rabbnya.

‘’Beliau tak pernah meninggalkan kegiatan rutinnya, termasuk amalan berkala tahunan,’’ ujar Al-Kubaisi.

Salah satu amalan berkala yang dilakukan Rasulullah adalah menyendiri dan memutuskan hubungan dengan berbagai kegiatan keluarga dan masyarakat. Menurut Al-Kubaisi, Nabi SAW menjauhi tempat tidurnya, mengencangkan ikat pinggannya, lalu pergi menyendiri ke masjid untuk berdiri dan sujud guna beribadah kepada Rabbnya dengan khusyuk.

Amalan itu tak pernah terlewatkan. Bila sakit dan ada alasan lainnya, Rasulullah SAW tak pernah lupa mengqadhanya. “Ketahuilah, kegiatan berkala tahunan itu adalah i’tikaf, yang biasa dilakukan pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan,’’ papar Al-Kubaisi. Lalu mengapa Rasulullah SAW tak pernah melewatkan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan?

Menurut Al-Kubaisi, karena sepuluh hari terakhir Ramadhan merupakan kesempatan terbaik yang dipilihkan Allah SWT bagi Rasulullah SAW dan umatnya. Pada kesepuluh terakhir Ramadhan itulah, Nabi Muhammad SAW menyendiri dan ber-khalwat dengan Sang Khalik. Rasulullah bermunajat untuk yang dicintainya, yakni Allah SWT.

I’tikaf merupakan kesempatan untuk mengungkapkan kepatuhan dan ketundukan seorang hamba kepada Rabbnya.


Redaktur: Heri Ruslan


Sumber :
Republika Online - http://ramadhan.republika.co.id/berita/ramadhan/shaum-ala-rasulullah-saw/12/07/30/m7y2cz-inilah-itikaf-ala-rasulullah-saw

Tuntunan Islam : Meraih Kemuliaan Iktikaf

Tuntunan Islam: Meraih Kemuliaan Iktikaf (1)
Senin, 30 Juli 2012, 07:07 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Ada satu aktivitas yang tidak pernah di tinggalkan oleh Rasulullah sejak berpindah ke Madinah, terutama selama Ramadhan.

Amalan itu memiliki faedah dan hikmah melimpah. Kegiatan itu tak lain ialah beriktikaf di masjid saat Ramadhan.

Bahkan, saat Ramadhan terakhir sebelum Rasulullah wafat, intensitasnya meningkat. Tidak hanya di 10 akhir di bulan suci itu, tetapi juga 10 hari pertengahan Ramadhan. Ini seperti yang dinukil oleh Imam Bukhari di dalam Kitab Sahih-nya.

Namun, meminjam pernyataan salah seorang tabi’in, Syibuddin Az-Zuhri, iktikaf yang pelaksanaannya dihukumi sunah tersebut, semakin dilupakan dan beranjak ditinggalkan oleh umat Islam.

Entah karena satu atau lain hal, peminatnya kian surut. Meskipun demikian, upaya penggalakannya kembali di sejumlah masjid di kota-kota besar, termasuk Jakarta, patut diapresiasi. Seperti apakah etika beriktikaf?

Syekh Ahmad Az-Zauman menguraikan hal ihwal iktikaf di esainya yang berjudul Al-I’tikaf Hikmatuhu wa Ahkamuhu, yang memuat beberapa adab terkait iktikaf.

Hal pertama yang ia garis bawahi ialah soal penempatan niat. Niat iktikaf menjadi unsur utama yang mendasari sah atau tidaknya iktikaf. Ini sebagaimana hadis dari Umar bin Khathab perihal urgensi niat di setiap tindakan.

Unsur penting iktikaf selanjutnya ialah lokasi beriktikaf. Pelaksanaan iktikaf hanya boleh dilaksanakan di masjid-masjid utama. Artinya, masjid-masjid aktif yang difungsikan untuk shalat jamaah lima waktu atau shalat Jumat. Ini seperti pernyataan Nafi’ bahwa tempat iktikaf satu-satunya Rasulullah ialah masjid.

Lantas bagaimana dengan iktikaf bagi perempuan? Bagi perempuan yang telah memperoleh izin, baik dari keluarga maupun suaminya, diperbolehkan beriktikaf. Lokasinya tak mesti masjid dengan kriteria seperti di atas.

Tiap-tiap masjid bisa dipakai sebagai iktikaf. Ini berarti bukan mushala dalam rumah. Iktikaf tidak diperbolehkan dilaksanakan di rumah. Ini berlaku di Mazhab Syafi’i, seperti dikutip Al-Baghafi dalam Syarh As-Sunnah dan Nawawi di Al-Majmu'.

Redaktur: Chairul Akhmad
Reporter: Nashih Nashrullah


Tuntunan Islam: Meraih Kemuliaan Iktikaf (2-habis)
Senin, 30 Juli 2012, 08:18 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Terkait waktu, Syekh Ahmad menjelaskan hari-hari paling utama ialah 10 hari terakhir Ramadhan. Ini seperti yang ditegaskan riwayat Aisyah.

Penekanan waktu pada 10 hari terakhir, karena malam Lailatur Qadar, diprediksikan jatuh di sela hari-hari tersebut.

Sedangkan mengenai waktunya, Ibnu Rusyd di Bidayat Al-Mujtahid menjelaskan, iktikaf boleh dilangsungkan di semua waktu, baik siang maupun malam. Tidak ada batas minimal waktu pelaksanaannya. Walau sebentar, sudah dikategorikan iktikaf.

Kecuali jika kasusnya ialah nazar. Artinya, waktu pelaksanaannya bisa terikat jika yang bersangkutan bernazar. Misal, ia nazar beriktikaf pada pagi hari. Maka itu, wajib dilakukan pada waktu yang telah ia pilih tersebut.

Konon, Abdullah bin Umar pernah bernazar malam hari di Masjidil Haram. Rasul pun memerintahkan ia menepati nazarnya itu.

Khusus terkait iktikaf Ramadhan, jelas Imam Nawawi dalam Al-Majmu’, pelaksanaannya ada di 10 hari terakhir. Persisnya, sebelum matahari terbenam di hari ke-20, atau malam 21 Ramadhan. Iktikaf tersebut berjalan hingga terbenamnya matahari pada hari terakhir Ramadhan.

Kualitas
Agar lebih berkualitas, iktikaf tidak hanya dimaknai dengan berdiam diri. Maksudnya, tanpa disertai dengan kegiatan positif atau menjaga dari perkara-perkara negatif.

Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni mengemukakan bahwa untuk mengisi agar iktikaf berbobot ialah menyempurnakannya dengan bacaan Alquran, zikir, dan shalat-shalat sunah.

Ia juga menyarankan agar selama beriktikaf menahan diri dari perkataan dan perbuatan tak pantas. Tidak menggunjing, berdebat kusir, mengumpat, atau mencaci maki. Meski tidak membatalkan iktikafnya, hal itu dihukumi makruh dan mengurangi muatan iktikafnya.

Terakhir, Syekh Ahmad menggarisbawahi satu hal, yaitu agar siapa pun yang ingin beriktikaf mengedepankan prioritas. Hukum iktikaf ialah sunah, tetap tidak boleh meninggalkan kewajiban yang utama.

Misalnya, jika seseorang beriktikaf selama 10 hari penuh di Ramadhan, sementara ia memiliki tanggungan anak istri untuk dinafkahi, tanggung jawab keluarganya harus diutamakan.

Redaktur: Chairul Akhmad
Reporter: Nashih Nashrullah


Sumber : Republika Online
01. http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/07/29/m7xdky-tuntunan-islam-meraih-kemuliaan-iktikaf-1
02. http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/07/29/m7xgv9-tuntunan-islam-meraih-kemuliaan-iktikaf-2habis

Inilah Jalan Menuju Surga

Minggu, 29 Juli 2012, 05:10 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Suatu malam, Rasulullah SAW memanggil pembantunya, Rabi’ah Ka’ab Al Aslami, untuk mengambilkan air wudlu dan mengerjakan keperluan lain.

Usai Rabi’ah melaksa­nakan tugas, tiba-tiba Rasulullah bersabda, “Sekian lama engkau mengabdi kepadaku, aku belum sempat membalas jasamu. Sekarang, mintalah yang engkau suka dariku.”

Setelah berpikir sejenak, Rabi’ah menjawab, “Ya Rasulullah, aku tak berharap balas jasa. Aku cuma mohon satu hal, perkenankan aku meneruskan peng­abdian melayani engkau di surga kelak.”

Permintaan Rabi’ah membuat Nabi sulit menjawab. Nabi saw sadar tak seorang pun mampu menjamin diri sendiri masuk surga, apalagi menjamin orang lain. Karena itu beliau bertanya, “Bagaimana jika diganti dengan permintaan lain?”

Cuma itu permohonan saya, wahai Nabi, tandas Rabi’ah. “Kalau begitu, bantulah aku untuk meluluskan apa yang engkau pinta dengan memperbanyak sujud." ujar Nabi.

Permohonan Rabiah, mencerminkan sikap awam yang sadar akan keawamannya. Kesadaran membangkitkan kecintaan dan pengabdian mereka kepada orang-orang saleh. Kalaupun mereka tak mampu menjadi saleh. setidaknya mereka bisa menyer­tai orang-orang saleh itu di akhirat kelak.

Rois Akbar Nahdlatul Ulama (NU). KH Hasyim Asy'ari. dalam kitabnya Al Nur Al Mubin fi Mahabbah Sayyid Al Mursalin mengutip syair Arab yang kira- kira bermakna demikian. "Aku mencintai orang-orang saleh. Biarpun aku tak termasuk diantara mereka. Sebab, aku mengharapkan syafaat (pertolongan) me­reka. Sebaliknya, aku benci orang-orang yang suka berbuat maksiat, kendati aku punya hobi yang sama."

Meski kecintaan terhadap orang-orang saleh bisa mengantarkan seseorang untuk memperoleh syafaat, tapi kecintaan yang hakiki harus ditunjang dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul. Maka, dalam Quran Surah An Nisa ayat 69, Allah SWT menegaskan, “Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka akan diikutser­takan dengan orang-orang yang telah mendapat nikmat dari Allah, yakni para nabi, para shiddiqin (orang- orang yang sangat jujur dan konsisten memegang agama), para syuhada (para pejuang yang tewas se­bagai martir), dan para shalihin (orang-orang yang kaya dengan amal saleh). Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”

Itu sebabnya, kendati Rasulullah SAW punya hak untuk meluluskan permintaan pembantunya, beliau tak serta merta mengabulkan, melainkan meminta agar Rabi'ah berusaha mewujudkan keinginannya dengan amal saleh. Antara lain dengan memper­banyak sujud.

Di bulan Ramadhan seperti sekarang, kesempat­an beramal saleh dan bersujud terbuka luas. Karena itu. rugilah mereka yang tak mampu memanfaatkan kesempatan emas ini dengan sebaik-baiknya.


Ramadhan Bulan Seribu Bulan, Oleh; M. Ishom Hadzik


Redaktur: Heri Ruslan
Reporter: Hannan Putra


Sumber :
Republika Online - http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/12/07/29/m7w5l4-inilah-jalan-menuju-surga

Mari Melatih Kesabaran dengan Berpuasa (2)

Sabtu, 28 Juli 2012, 08:14 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Bagi orang yang berpuasa apabila ia dimaki atau ditantang oleh seseorang, ia tidak boleh membalasnya dengan perbuatan yang sama, hal ini dilakukan agar tidak bertambah makian dan tantangannya.

Namun, begitu, ia tidak boleh berdiam diri di depannya tanpa mengatakan sesuatu, ia harus mengatakan kepadanya bahwa ia sedang berpuasa sebagai isyarat bahwa sikap itu disebabkan memuliakan puasa, bukan karena tidak mampu membalasnya. Dengan demikian, akan berhentilah makian dan tantangan tersebut. Firman Allah: ''...Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.

Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.'' (Fushshilat: 34-35).

Keistimewaan puasa akan tampak jelas pada hari kiamat sebagaimana yang dikatakan Sufyan bin Uyainah, ''Bila hari kiamat telah tiba, maka Allah akan menghitung seluruh amalan hamba-Nya, dan seluruh kezaliman yang pernah dilakukannya akan diberi balasan sesuai amalan-amalan itu. Artinya, seluruh amal kebaikannya itu akan dipergunakan untuk menutupi kezalimannya sehingga apabila tidak tersisa lagi amalannya kecuali puasanya, maka Allah akan memaafkan kezalimannya yang tersisa dan akan memasukannya ke dalam surga lantaran puasanya.''

Keutamaan-keutamaan puasa itu tidak akan dapat diperoleh kecuali oleh orang yang melakukan puasa dengan sungguh-sungguh serta menjaga adab-adabnya, karena itu bersungguh-sungguhlah Anda dalam berpuasa dan jagalah batas-batasnya serta bertobatlah kepada Rabb karena kekurangsempurnaan Anda dalam menjalankan semua itu.


Redaktur: Endah Hapsari
Reporter: Damanhuri Zuhri


Sumber :
Republika Online - http://ramadhan.republika.co.id/berita/ramadhan/shaum-ala-rasulullah-saw/12/07/27/m7tm8x-mari-melatih-kesabaran-dengan-berpuasa-2

Inilah Tujuan dan Keutamaan Puasa

Minggu, 29 Juli 2012, 04:09 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Puasa merupakan salah satu ibadah yang sangat mulia dan disyariatkan dalam Islam. Dan setiap ibadah itu, tentu saja mengandung hikmah dan tujuan. Shalat misalnya, tujuannya adalah mencegah perbuatan keji dan mungkar. (QS al-Ankabuut ayat 45).

Demikian pula dengan puasa, tujuannya secara tegas dijelaskan dalam Alquran surah Al-Baqarah [2]: 183 adalah untuk membentuk pribadi Muslim yang bertakwa kepada Allah. Yakni, mengerjakan semua perintah Allah, dan menjauhi semua yang dilarang Allah.

Berkaitan dengan hal ini, Rasul SAW menegaskan bahwa sesungguhnya puasa itu ada tiga tingkatan. Yakni, puasanya orang awam, puasa khawas, dan puasanya khawasul khawas. Puasanya orang awam (umum) adalah sekadar menahan haus dan lapar dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari.

Sedangkan puasanya orang khawas adalah menahan makan dan minum serta semua perbuatan yang membatalkannya. Misalnya mulutnya ikut berpuasa dengan tidak berkata kotor, mencaci, mengumpat, atau mencela orang lain. Demikian juga dengan tangan dan kakinya, dipergunakan untuk perbuatan yang baik dan terpuji.

Sementara telinganya hanya dipergunakan untuk mendengarkan hal-hal yang baik. Puasa khawas ini adalah puasanya orang yang alim dan fakih.

Adapun puasanya khawasul khawas adalah tidak hanya sekadar menahan makan dan minum serta hal-hal yang membatalkannya, termasuk menahan seluruh anggota pancaindera, tetapi hatinya juga ikut berpuasa. Menurut para ulama, inilah jenis puasanya para Nabi dan Rasul Allah. Puasa yang demikian itulah yang akan diberikan oleh Allah secara langsung.

''Sesungguhnya seluruh amal anak Adam itu untuk diri mereka sendiri, kecuali puasa. Puasa itu untuk-Ku, dan Akulah yang akan membalasnya.'' (Hadis Qudsi).

Puasa yang mampu mencegah dirinya dari perbuatan keji dan munkar inilah yang mampu membentuk pribadi Muslim yang bertakwa, sebagaimana penjelasan QS Al-Baqarah [2] ayat 183 di atas.

Ahli Tafsir terkemuka, Muhammad Ali a-Sabuni mengatakan, ibadah puasa memiliki tujuan yang sangat besar. Pertama, puasa menjadi sarana pendidikan bagi manusia agar tetap bertakwa kepada Allah SWT.

Kedua, puasa merupakan media pendidikan bagi jiwa untuk tetap bersabar dan tahan dari segala penderitaan dalam menempuh dan melaksanakan perintah Allah SWT.

Ketiga, puasa menjadi sarana untuk menumbuhkan rasa kasih saying dan persaudaraan terhadap orang lain, sehingga tumbuh rasa empati untuk menolong sesame yang membutuhkan. Keempat menanamkan rasa takwa kepada Allah SWT.

Selain memiliki tujuan spiritual, juga mengandung manfaat dan hikmah bagi kehidupan. Misalnya, puasa itu menyehatkan baik secara fisik maupun psikis (kejiwaan). Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan standar kesehatan yang meliputi empat dimensi, yaitu sehat fisik, psikis, sosial, dan spiritual.

Ibadah puasa dapat memenuhi semua dimensi standar kesehatan yang ditetapkan oleh WHO itu. Bahkan, Dokter Alexis Carrel (1873-1944) yang pernah meraih hadiah Nobel dua kali menyatakan, Apabila pengabdian, shalat, puasa, dan doa yang tulus kepada Sang Maha Pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat, itu artinya kita telah menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut.

Ahmad Syarifuddin dalam Puasa Menuju Sehat Fisik dan Psikis, mengungkapkan, rumusan kesehatan psikis yang ditetapkan WHO ini bisa dipenuhi dengan puasa yang dilakukan secara baik. Dalam beberapa hal puasa bahkan memiliki keunggulan dan nilai lebih. Secara kejiwaan, sikap takwa sebagai buah puasa, mendorong manusia mampu berkarakter ketuhanan (rabbani).

Redaktur: Heri Ruslan


Sumber :
Republika Online - http://ramadhan.republika.co.id/berita/ramadhan/shaum-ala-rasulullah-saw/12/07/29/m7w2ro-inilah-tujuan-dan-keutamaan-puasa

Pintu Arrayyan Bagi yang Berpuasa

Home > Dunia Islam > Pojok Arifin Ilham

Selasa, 24 Juli 2012, 10:46 WIB

Assalaamu alaikum wa rahmatullaahi wa barkaatuhu

Berita gembira!, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya di Jannah ada sebuah pintu yang dinamakan Ar Rayyan. Mereka yang masuk melalui pintu ini pada Hari Kiamat hanyalah orang-orang yang berpuasa.

Tidak akan masuk seorangpun melaluinya selain mereka, kemudian diserukan, “Manakah orang-orang yang berpuasa?” maka merekapun berdiri. Tidak ada seorangpun yang akan masuk melalui pintu Ar-Rayyan kecuali mereka.

Setelah mereka masuk semua, maka pintu itupun ditutup, sehingga tidak ada lagi yang bisa masuk melaluinya.” [Muttafaqun ‘Alaih].

"SubhanAllah betapa besarnya sayang Allah kepada hamba-Nya yang berpuasa itu dengan hadiah Syurga VIP Arrayyan. Ya Allah ampunilah seluruh dosa kami, maafkan seluruh kesalahan kami, terimalah taubat kami, dan ridhoilah kami masuk dlm Arrayyan-Mu... Aamiin".

Redaktur: Slamet Riyanto


Sumber :
Republika Online - http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/pojok-arifin-ilham/12/07/24/m7nbtt-pintu-arrayyan-bagi-yang-berpuasa

Perkara yang Membatalkan Pahala Puasa

Home > Dunia Islam > Pojok Arifin Ilham

Rabu, 25 Juli 2012, 15:25 WIB

Assalaamu alaikum wa rahmatullaahi wa barkaatuhu.

Sahabatku simaklah peringatan Rasulullah ini, "Bisa jadi seorang yang berpuasa, bagiannya dari puasanya hanyalah lapar dan dahaga" (Shahih, HR Ibnu Hibban).

Dalam hadist lain, "Barang siapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta, dan pengamalannya, serta amal kebodohan, maka Allah tidak butuh pada amalannya meninggalkan makan dan minumnya. (Shahih, HR Al-Bukhari).

Karena itu kenalilah dan waspadailah perkara-perkara yang membatalkan nilai pahala puasa, yaitu:

1. Berdusta
2. Suka menggosip
3. Suka memfitnah
4. Mengadu domba
5. Memberikan sumpah Palsu
6. Berkata kasar, menghina atau merendahkan orang lain
7. Melihat dengan syahwat
8. Menyentuh wanita bukan mahramnya
9. Marah tanpa alasan yang jelas
10. Berkelahi
11. Menampakan aurat
12. Makan rizki haram, baik zat atau cara mencarinya, seperti menipu, menyogok, sogakan atau jadi perantaranya dan berbagai maksiat dan kezoliman lainnya.

Ayo sahabatku jangan sia-siakan puasa kita, ayo sungguh-sungguh berpuasa, ayo raih nilai kemuliaan disisi Allah dengan kesungguhan puasa dan taat... Insya Allah aamiin.

Redaktur: Slamet Riyanto


Sumber :
Republika Online - http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/pojok-arifin-ilham/12/07/25/m7pjfb-perkara-yang-membatalkan-pahala-puasa

Doa Orang Berpuasa itu Mustajab

Jumat, 27 Juli 2012, 07:00 WIB

Assalaamu alaikum wa rahmatullaahi wa barkaatuhu.

Sahabatku hampir setiap hikmah yang kutulis kusertakan doa, apalagi saat bulan Ramadhan ini, "Duaushooimi mustajaab" doa hamba yang berpuasa sangat mustajaab.

Karena itu kalian jangan sungkan-sungkan, malas apalagi meremehkan doa, karena kita tidak tahu "Min ayyi fammin tuqbal" dari mulut mana doa diijabah, satu diijabah semuanya diijabah.

Rasulullah bersabda, "Tidaklah suatu kaum berdoa lalu sebagian mengaminkan kecuali Allah ijabah doa mereka".

Aku yakin doa-doa kita diijabah Allah, insya Allah...aamiin.


Redaktur: Slamet Riyanto


Sumber :
Republika Online - http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/pojok-arifin-ilham/12/07/25/m7pm7i-doa-orang-berpuasa-itu-mustajab

Raih Sukses dengan Sedekah

Rabu, 25/07/2012 14:10 WIB

Khoiril Anwar - detikRamadan

Jakarta - “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui,” (QS Al Baqarah [2]: 261).

Jangan kikir. Pesan ini perlu dihayati oleh para eksekutif. Karena penghasilan yang diterima berupa gaji, tunjangan, dan bonus merupakan rezeki dari Allah SWT. Tidak ada alasan sedikitpun untuk berlaku kikir.

Dalam penghasilan yang diterima terselip milik orang lain, yaitu para kaum fakir, kaum miskin dan anak yatim. Mereka adalah kelompok orang yang tidak beruntung secara materi, namun sangat diperhatikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Takutlah kepada mereka! Doa mereka makbul dan penderitaan serta tangisan mereka merupakan petaka dosa bagi kita. Bahkan Allah memberikan label atau stempel kepada orang yang tidak memperhatikan mereka, mengabaikan mereka dan membiarkan mereka lapar dengan stempel “para pendusta agama”. Stempel ini sungguh berat dan berdampak pada suramnya masa depan di akhirat kelak.

Allah SWT tidak menyia-nyiakan sedikitpun apa yang kita nafkahkan atau yang kita sedekahkan. Sedekah itulah hakikat milik kita yang sebenarnya, sedangkan yang lain hanyalah titipan dari-Nya. Allah tidak mengabaikan apa yang kita sedekahkan. Dia akan menambah lebih banyak lagi. Dia mengganjar setiap sedekah yang dikeluarkan dengan ganjaran 700 kali, tidak memandang besar atau kecil jumlah yang disedekahkan. Sungguh pembalasan yang berlipat ganda.

Apakah ada pembalasan yang terbaik selain dari balasan Allah? Cobalah telusuri di planet bumi ini, adakah kita temukan seseorang, yang terkaya sekalipun, ketika diberikan sesuatu, dia akan membalas pemberian kita dengan berlipat ganda dan terus menerus? Jangan-jangan pemberian itu dianggap sebagai penghinaan baginya disebabkan nilainya jauh lebih kecil dari kekayaanya.

Tidak pernah ada dalam sejarah umat manusia orang yang bersedekah mengalami degradasi kekayaan, sehingga ia jatuh miskin dan melarat. Bahkan banyak orang bertambah kekayaannya dan meraih kemuliaan karena mengeluarkan sedekahnya. Sebaliknya, tidak sedikit juga orang yang enggan bersedekah mengalami kebangkrutan dan mengidap berbagai penyakit. Perhatikanlah cerita Qorun yang ditenggelamkan Allah ke dalam bumi beserta dengan seluruh hartanya karena kesombongannya.

Berikut sepenggal kisah salah seorang sahabat Nabi Saw, Abdurrahman bin Auf ra yang berprofesi sebagai pedagang kaya dan selalu suskes dalam perniagaan. Dari Aisyah ra, Rasulullah Saw berkata: ”Aku bermimpi melihat Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan merangkak”. Ucapan Rasulullah saw tidak pernah dilupakan Abdurrahman bin Auf. Suatu ketika ia pulang dari berdagang di Syam dengan 700 unta yang membawa barang perdagangannya. Beliau mendatangi Umul Mukminin Aisyah ra dan mengatakan: ”Aku bersaksi bahwa kafilah ini beserta muatan dan pelananya, aku infakkan di jalan Allah SWT”. Sungguh penduduk Madinah bersuka cita menerima pembagian harta darinya.

Inilah contoh teladan yang agung. Betapa beliau termasuk salah seorang yang dijamin masuk surga masih bersifat dermawan. Jatuh miskinkah beliau setelah itu. Tidak! Hartanya terus bertambah melebihi harta kekayaan para sahabat lain, dan ia selalu sukses.

Berikut ini adalah beberapa hikmah sedekah:
1. Menyembuhkan penyakit
2. Menambah berkah harta
3. Tiket menuju surga dan menutup pintu neraka
4. Terlepas dari pendusta agama
5. Mendapat naungan Allah di padang Mahsyar
6. Dicintai Allah dan dicintai manusia
7. Para Malaikat berdo’a untuknya


Wallahu a’lam bish-shawab

(rmd/rmd)


Sumber :
Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/07/25/141055/1974471/1421/raih-sukses-dengan-sedekah

Sembuh Berkat Air Wudhu

Rabu, 25/07/2012 08:41 WIB

Rina Yuliana - detikRamadan

Jakarta - Suatu hari, Junaid Al-Baghdadi sakit mata. Dia pun segera berobat kepada seorang tabib terkenal di Kota Bagdad. Karena dia tahu betul bahwa menjaga kesehatan tubuh adalah sunnah Rasulullah, dan mengobati penyakit adalah kewajiban agar seorang muslim bisa menyempurnakan ibadahnya.

Saat tabib mendengar bahwa Junaid akan berobat kepadanya, dia langsung mendatangi rumah Junaid. Ketika bertemu Junaid, tabib itu segera memeriksa kedua mata Junaid. Kemudian sang tabib memberi tahu jika Junaid ingin cepat sembuh dari sakit matanya, dia harus menjaga matanya jangan sampai terkena air.

Ketika tabib itu pergi, terdengarlah suara azan. Saatnya Junaid untuk sholat. Diapun segera pergi ketempat wudhu. Rupanya dia sedikit bimbang. Kalau dia mengambil air wudhu, tentu matanya akan terkena air, sakit matanya akan bertambah parah seperti kata tabib. Tetapi akhirnya Junaid tetap berwudhu membasuh mukanya untuk sholat. Dia meyakini bahwa Allah sajalah yang akan menyembuhkannya.

Setelah sholat, Junaid pun tertidur. Anehnya, sakit matanya hilang. Sesaat sebelum Junaid terjaga dari tidurnya, dia mendengar suara, "Junaid sembuh karena ia lebih ridha kepada-Ku. Seandainya ahli neraka minta pada-Ku dengan semangat Junaid, niscaya Aku luuskan permintaannya."

Berita kesembuhan Junaid Al-Baghdadi terdengar oleh tabib. Dia pun kembali mendatangi Junaid dan memeriksa mata Junaid yang telah sembuh. Dia benar-benar keheranan. "Apa yang telah engkau lakukan wahai Junaid?" tanya sang tabib.

"Aku telah membasuh muka dan mataku saat berwudhu untuk menunaikan sholat," jawab Junaid. Tabib itu adalah seorang nasrani, mendengar dan melihat peristiwa itu, sang tabib menyatakan diri sebagai muslim.

"Itu adalah obat dari Tuhan yang telah menciptakan sakit mata. Dialah yang menciptakan obatnya. Sebenarnya aku juga sedang sakit mata hatiku. Dan Junaidlah tabibnya!" Tabib itu pun bersyahadat didepan Junaid Al-Baghdadi.


sumber : Buku 100 Kisah Islami
Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/07/25/084155/1974068/630/sembuh-berkat-air-wudhu?992204cbr

Serba-Serbi Niat Puasa

Selasa, 24 Juli 2012, 13:48 WIB

Oleh: Dr Muhammad Hariyadi, MA

Dari Umar bin Khathab RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya (sahnya) amal itu dengan niat. Dan sesungguhnya setiap orang (tergantung) pada apa yang diniatkannya." (HR. Bukhari-Muslim).

Hadis mengenai niat ini merupakan hadis utama di antara hadis-hadis lainnya karena pentingnya posisi niat dalam melakukan suatu perbuatan agar diterima oleh Allah SWT.

Oleh karenanya, para ulama hadis meletakkan hadis ini pada permulaan kitabnya dan sebagian dari mereka menyatakan hadis ini secara substansi mengandung bobot sepertiga dari bobot hadis secara keseluruhan.

Dalam puasa Ramadhan, berniat hukumnya wajib. Tidak sah puasa seseorang jika tidak didahului atau dibarengi dengan niat. Dari Hafsah binti Umar RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang tidak berniat puasa (Ramadhan) sebelum terbit fajar maka ia tidak berpuasa." (HR. Bukhari Muslim).

Jumhur ulama berpendapat bahwa niat puasa Ramadhan harus dilakukan setiap hari karena masing-masing hari di dalam bulan Ramadhan otonom dan berdiri sendiri-sendiri, tidak saling terkait dengan hari berikutnya. Hal tersebut karena batalnya puasa kita hari ini tidak berarti batalnya puasa esok hari atau sebelumnya.

Sedangkan Madzhab Maliki berpendapat bahwa niat sekali untuk berpuasa satu bulan penuh sudah cukup, karena "setiap orang tergantung pada apa yang diniatkannya" (puasa sebulan penuh).

Di samping itu, karena satu bulan penuh di Ramadhan merupakan satu rangkaian ibadah puasa sehingga cukuplah satu niat yang mencakup keseluruhan sebagaimana niat haji dan shalat. Jika nanti di dalam pelaksanaannya terpaksa tidak puasa karena berhalangan, maka dengan memperbarui niat sudah dipandang cukup.

Namun demikian, Imam Malik mensunahkan pembaruan niat setiap hari, karena mempertimbangkan sunahnya mengikuti hadis dari Hafsah binti Umar bin Khathab tersebut.

Pelaksanaan niat menurut jumhur ulama harus dilakukan pada malam Ramadhan atau menjelang waktu terbitnya fajar (selesai sahur) sesuai dengan pemahaman tekstual terhadap hadis.

Hanya madzhab Hanafi yang membolehkan niat puasa Ramadhan sebelum matahari tergelincir (sebagaimana bolehnya niat puasa sunat menurut jumhur ulama) dengan mengqiaskan pada puasa sunah. Namun demikian mereka juga berpandangan bahwa penetapan niat puasa Ramadhan pada malam hari atau sebelum matahari terbit tetap lebih utama.

Kesimpulannya, niat puasa Ramadhan adalah wajib dan menjadi syarat sah puasa kita. Agar kita tidak lupa niat sehingga puasa kita menjadi tidak sah dalam pandangan hukum fikih, maka sebaiknya setiap orang berniat puasa penuh satu bulan, lalu memperbaruinya setiap hari.

Dengan begitu diharapkan jika dalam pelaksanaannya lupa niat, maka niat yang umum telah menutupi (meng-cover) puasa Ramadhan secara keseluruhan. Sehingga berniat setiap hari hukumnya menjadi sunah (mandub) karena sudah berniat secara keseluruhan satu bulan di awal Ramadhan.

Niat tampaknya susah-susah mudah dalam puasa. Namun, tidak bisa dimudah-mudahkan (disepelekan) tanpa didasari ilmu pengetahuan, sebab berkaitan erat dengan syarat sahnya ibadah. Sehingga yang terpenting adalah memiliki pengetahuan seputar niat agar menjadikan kita mudah dan mantap dalam melaksanakan ibadah puasa.


Redaktur: Chairul Akhmad


Sumber :http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/12/07/24/m7nk9j-serbaserbi-niat-puasa
Republika Online -

Puasa Ramadhan Mengikis Budaya Malas

Jumat, 20 Juli 2012, 10:51 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr HM Harry Mulya Zein

Akhir pekan ini, seluruh umat Islam dipastikan sudah menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Hampir seluruh umat Islam yang beriman menjalankan ibadah di bulan penuh berkah ini.

Namun, biasanya kita juga melihat ada yang kontras ketika Ramadhan tiba. Masjid-masjid penuh. Bukan untuk beribadah membaca al-Quran, tetapi banyak umat Islam yang berleha-leha, tidur-tiduran menghabiskan waktu siang mereka.

Produktivitas kerja menurun. Nuansa bermalas-malasan kentara. Seakan-akan puasa menjadi legitimasi sebagian dari kita untuk bermalas-malasan dan mengurangi aktivitas sepanjang menjalankan ibadah puasa. Pengurangan aktivitas itu tentu saja berujung pada berkurangnya kreativitas. Jika demikian terjadi maka sungguh disayangkan.

Sepantasnya, Ramadhan menjadi momentum meningkatkan produktivitas dan berkarya, bukan bermalas-malasan.bila dihayati secara mendalam, Ramadhan seperti madrasatun mada al-hayah (madrasah sepanjang hayat) yang berkelanjutan mendidik dan mengedukasi generasi demi generasi setiap tahun. Ramadhan memuat makna-makna iman pada jiwa manusia, mengilhami mereka arti agama yang hanif, dan memantapkan kepribadian Muslim yang hakiki.

Kesempatan Ramadhan yang di dalamnya dijanjikan rahmat (karunia), maghfirah (ampunan), dan itqun min al-nar(pembebasan dari api neraka), sesungguhnya momentum ideal menemukan solusi banyak hal bagi umat. Puasa yang benar dapat membangunkan hati Mukmin yang ‘tertidur’ sehingga merasakan muraqabatullah (perasaan diawasi Allah).

Dalam sejarah Nabi Muhammad SAW, Ramadhan menjadi bulan jihad. Banyak peristiwa bersejarah yang mencatat bahwa Ramadhan menjadi bulan jihad umat Islam. Pada tanggal 17 Ramadhan tahun ke-2 hijriah, umat Islam mengalami perang Badar.

Perang ini terjadi di gurun pasir yang melibatkan 314 muslimin melawan 1000-an orang kafir dari Makkah. Peperangan ini adalah salah tonggak penting dalam sejarah Islam, karena sejak itulah umat Islam memulai era peperangan secara fisik, yang tentunya membutuhkan kemampuan yang lebih berat. Kalau mentalitas mereka seperti umat Islam zaman sekarang yang hobi tidur siang di bulan Ramadhan, tentunya sulit memenangkan peperangan.

Dan kota Mekkah dibebaskan juga pada bulan Ramadhan pada tahun ke-8 hijriah. Rasulullah SAW menyiapkan tidak kurang dari 10 ribu pasukan lengkap dengan senjata yang berjalan dari Madinah dan mengepung kota Makkah. Makkah menyerah tanpa syarat, namun semua diampuni dan dibebaskan.

Pada abad pertengahan atau tahun 15 Hijriah terjadi perang perang Qadisiyyah dimana orang-orang Majusi di Persia (saat ini wilayah Republik Islam Iran) ditumbangkan. Demikiran juga pertama kali Islam menaklukkan Spanyol di bawah pimpinan Thariq bin Ziad dan Musa bin Nushair, juga terjadi di bulan Ramadhan tahun 92 hijriyah. dan sekian banyak kerja keras yang lain, terjadi di bulan Ramadhan.

Ramadhan seharusnya menjadi sarana yang sangat efektif menghadirkan internalisasi nilai kebajikan guna menghadapi berbagai tantangan yang muncul di tengah masyarakat. Ramadhan satu bulan penuh, Muslim di-training oleh SuperTrainer-nya, yaitu Allah SWT, Dzat yang Maha segala-galanya. Tentu hasilnya akan juga luar biasa, bila itu dilakukan dengan penuh keseriusan dan mendamba ridha Allah.

Karena itu, sepantasnya Ramadhan dimanfaatkan secara optimal oleh semua unsur untuk meningkatkan kreatifitas dan karya. Sikap dan kepribadian positif, produktif, empatik, dan menghadirkan keputusan win-win solution adalah sosok pribadi yang lulus secara gemilang dari madrasah Ramadhan yang penuh solusi.

Perlu bagi umat untuk kembali merenungkan ungkapan terakhir dari surat al-Baqarah:183, bahwa yang mewajibkan puasa adalah la’allakum tattaqun dalam kata kerja mudhari yang hendaknya dimaknai agar dapat merealisasikan nilai-nilai muraqabatullah, ketaatan, dan kasih sayang secara terus-menerus, tidak hanya di saat bulan Ramadhan.

Redaktur: Heri Ruslan


Sumber :
Republika Online - http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/12/07/20/m7fxd9-puasa-ramadhan-mengikis-budaya-malas

Inilah 5 Keutamaan Membaca Alquran

Senin, 23 Juli 2012, 15:34 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: H Otong Surasman SQ MA

Alquran Al-Karim adalah pedoman hidup umat manusia, walaupun yang mengambil manfaat hanyalah orang-orang yang bertakwa (QS al-Baqarah [2]: 2). Begitu banyak hikmah dari memperbanyak membaca Alquran.

Pertama, mendapatkan pahala yang sangat banyak, di mana satu huruf diberi balasan dengan sepuluh kebajikan, sebagaimana diriwayatkan oleh Iman At-Tirmidzi dalam sebuah hadits Rasulullah SAW. Kita tahu bahwa seluruh Alquran, menurut sebuah literatur berjumlah 325.015 huruf, yang berarti satu kali khatam Alquran mendapatkan nilai pahala kebajikan kelipatan sepuluh, yakni 3.250.150.

Tentu untuk meraihnya, kita harus berusaha memperbanyak membaca Alquran. Baik sebulan sekali, dua bulan sekali, atau bahkan tiga bulan sekali. Bahkan banyak di antara ulama Alquran yang mampu mengkhatamkan Alquran setiap seminggu sekali.

Kedua, Allah SWT akan mengangkat derajat orang-orang selalu membaca Alquran, mempelajari isi kandungannya dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
“Sesungguhnya Allah mengangkat derajat suatu kaum dengan Kitab Alquran dan Allah merendahkan kaum yang lainnya (yang tidak mau membaca, mempelajari dan mengamalkan Alquran).” (HR Bukhari).

Secara logika dapat kita pahami, mengapa orang-orang yang membaca dan mempelajari isi kandungan Alquran dan berusaha mengamalkannya diangkat derajatnya oleh Allah SWT? Orang-orang yang membaca Alquran berarti orang-orang yang selalu dekat dengan Allah, bahkan membaca Alquran merupakan bercakap-cakap dengan Allah SWT.

Ketiga, mendapatkan ketengan jiwa atau hati yang sangat luar biasa, di mana setiap ayat Alquran yang dibacanya akan mendatangkan ketenangan dan ketentraman bagi para pembacanya. Sebagaimana diterangkan dalam surah Al-Isra [17] ayat 82, Alquran diturunkan Allah SWT untuk menjadi obat segala macam penyakit kejiwaan. Sehingga para pembaca Alquran, bahkan orang yang mendengarkan bacaannya mendapat pula ketenangan jiwa.

Keempat, mendapatkan syafaat (pertolongan) pada hari Kiamat. Hal ini dijelaskan pada hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan Imam Muslim. “Bacalah Alquran oleh kamu sekalian, karena bacaan Alquran yang dibaca ketika hidup di dunia ini, akan menjadi syafaat/penolong bagi para pembacanya di hari Kiamat nanti.”

Maka perbanyaklah membaca Alquran ketika nafas masih menyertai kita dan denyut jantung masih bergerak, karena bacaan Alquran akan menjadi syafaat/penolong bagi para pembacanya di hari Kiamat nanti, dikala manusia banyak yang sengsara dan menderita.

Kelima, akan terbebas dari aduan Rasulullah SAW pada hari Kiamat nanti, di mana ada beberapa manusia yang diadukan Rasulullah SAW pada hari Kiamat dihadapan Allah SWT.

Jadi, perbanyaklah membaca Alquran, luang waktu sisa-sisa kehidupan yang Allah berikan untuk memperdalam ajarannya. Jangan disia-siakan, karena Alquran akan mengantarkan kemudahan kita ketika menghadap Allah SWT (sakaratul maut).

Redaktur: Heri Ruslan


Sumber :
Republika Online - http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/12/07/23/m7luhc-inilah-5-keutamaan-membaca-alquran

Ini Dia Lima Kiat Puasa Sehat

Selasa, 24 Juli 2012, 04:46 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Berpuasa di bulan Ramadhan bukan berarti kita harus mengurangi aktivitas sehari-hari. Kita masih tetap bisa beraktivitas seperti biasa, asalkan dapat mengatur pola makan pada saat sahur dan buka puasa dengan baik.

Berikut ini lima tips puasa sehat dari Dr Briliantono, penulis buku Sehat Holistik Ala Rasulullah SAW:

1. Luruskan niat puasa hanya mengharap ridha Allah SWT semata.
2. Makan sahur dekat pada waktu imsak dan segerakan buka puasa pada waktu adzan Magrib.
3. Atur pola makan dengan baik, idealnya 50 persen pada sahur, 10 persen pada waktu buka puasa dan 40 persen setelah shalat tarawih.
4. selalu usahakan makan makanan yang seimbang kadar kalori, nutrisi dan karbohidrat.
5. Jangan lupa perbanyak minum air yang suhunya tidak terlalu panas juga tidak terlalu dingin ketika waktu sahur.

Redaktur: Heri Ruslan
Reporter: B07


Sumber :
Republika Online -http://ramadhan.republika.co.id/berita/ramadhan/shaum-sehat/12/07/24/m7mv65-ini-dia-lima-kiat-puasa-sehat

Orang-orang yang Boleh tak Berpuasa

Minggu, 22 Juli 2012, 22:00 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Ada beberapa orang yang dalam situasi dan kondisi terten­tu dibolehkan tidak berpuasa di dalam bulan Ramadhan. Mereka itu adalah, yaitu:

1. Orang sakit.

Seorang muslim yang sedang sakit pada Bulan Ramadhan diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Hal itu berdasarkan situasi dan kondisi berikut;

a. Jika ia masih mampu berpuasa tanpa kesukaran, maka ia lebih baik berpuasa; tetapi kalau ia tidak mampu, lebih baik ia berbuka.

b. Kalau ia masih ada harapan sembuh dari sakitnya, maka ia bersabar menunggu sampai ia sembuh, lalu ia membayar (qadha) sebanyak puasa yang ditinggalkannya.

Namun, jika tidak ada harapan akan kesembuhannya, maka ia boleh ber­buka dan membayar fideyah dengan secupak bahan ma­kanan yang diberikan kepada orang miskin sesuai dengan jumlah hari puasa yang ditinggalkanny.

2. Musafir.

Orang yang sedang melakukan perjalanan (musafir) sejauh yang dibolehkan mengkasar shalat, dibolehkan tidak berpu­asa. Setelah kembali dari perjalanannya, ia akan membayar (qadha) puasa yang ditinggalkannya pada hari lam diluar bulan Ramadhan.

Firman Allah di dalam Alquran, "Maka, jika diantara kamu ada yang sakit, atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain." (QS. Al Baqarah: 184).

Jika musafir itu dapat berpuasa dalam perjalanannya adalah lebih baik daripada tidak berpuasa, sebagaimana Firman Allah SWT, "Dan berpuasa lebih baik bagi kamu, jika kamu menge­tahui." (QS. Al Baqarah: 155).

3. Orang yang sangat Tua dan Pekerja Berat.

Orang yang sudah lanjut usia, baik laki-laki, maupun perempuan diperbolehkan tidak berpuasa jika mereka tidak mampu lagi berpuasa. Demikian juga orang-orang yang bekerja berat sebagai mata pencahari­annya, seperti orang-orang yang bekerja di dalam pertambangan, atau orang-orang yang telah dihukum dengan kerja paksa, sehingga sulit sekali melakukan puasa.

Mereka semua­nya dapat mengganti hari-hari puasa mereka dengan fidyah, sebagaimana firman Allah SWT, "Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa), membayar (yaitu), memberi makan seorang miskin." (QS. Albaqarah: 184).

4. Perempuan yang Hamil dan yang Menyusui.

Perempuan yang sedang hamil atau menyusui, dibolehkan tidak berpuasa. Hanya di dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama dikalangan Ulama.

Menurut Ibnu Umar dan Ibnu Abbas RA, Apabila perempuan hamil dan perempuan yang menyusui khawatir atas dirinya dan anaknya, maka keduanya boleh berbuka, dan wajib memberi fideyah. Ia tidak meng-qadha puasa yang telah ditinggalkannya.

Menurut Imam Syafi'i dan Imam Ahmad, jika keduanya ha­nya khawatir atas anaknya saja lalu ia berbuka, maka kedua­nya wajib qadha dan fideyah. Jika keduanya khawatir pada dirinya saja, atau khawatir pada dirinya dan anaknya, maka keduanya wajib fideyah saja, tanpa qadha.

Sedangkan menurut Ulama Hanafiah, dan Abu Ubai, serta Abu Tsaur, perempuan yang hamil dan yang menyusui, hanya wajib qadha, tanpa fideyah. Wallahu'alam.

Redaktur: Hafidz Muftisany
Reporter: Hannan Putra


Sumber :
Republika Online - http://ramadhan.republika.co.id/berita/ramadhan/shaum-ala-rasulullah-saw/12/07/22/m7kgoe-orangorang-yang-boleh-tak-berpuasa

Hal-hal yang Merusak Pahala Puasa

Selasa, 24 Juli 2012, 09:55 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Bulan Ramadhan adalah bulan pengendalian diri. Bulan mensucikan jiwa dari kerak dosa. Kita juga merasakan bagaimana lapar dan dahaga serta menahan semua hal-hal yang membatalkan puasa dari fajar hingga maghrib.

Perjuangan berat di bulan Ramadhan ternyata bisa menjadi amalan yang sia-sia jika kita melakukan hal-hal yang bisa merusak pahala puasa. Diantara hal-hal yang merusak pahala puasa adalah

1. Perkataan Palsu
Dari Abi Hurairah : Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda (yang artinya): "Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengamalkannya, Allah tidak ada butuh perbuatannya meninggalkan makan dan minumnya." (HR Bukhori (4/99)).

2. Berkata dan berbuat sia-sa
Dari Abu Hurairah : Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda (yang artinya): "Puasa bukanlah dari makan, minum (semata), tapi puasa itu menahan diri dari perbuatan sia-sia dan keji, jika ada orang yang mencelamu, katakanlah : "Aku sedang puasa, Aku sedang puasa." (HR Ibnu Khuzaimah (1996), Al-Hakim (1/430- 431). sanadnya SHAHIH)

Oleh karena itu Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam mengancam dengan ancaman yang keras orang-orang yang berbuat sifat-sifat tercela ini.

Beliau pernah bersabda (yang artinya): "Banyak orang yang puasa, bagiannya dari puasa hanyalah lapar dan haus." (HR Ibnu Majah (1/539), Darimi (2/221), ). Ahmad (2/441, 373), Baihaqi (4/270) dari jalan Said Al-Maqbari dari Abu Hurairah, sanadnya SHAHIH).

Dan sebab terjadinya demikian adalah bahwa orang-orang yang melakukan hal tersebut tidak memahaminya, sehingga Allah memberikan keputusan atas perbuatan tersebut dengan tidak memberikan pahala kepadanya. (lihat Riyadhush Shalihin (1215)).


Redaktur: Hafidz Muftisany


Sumber: shifat shaum nabi oleh Syaikh Salim bin 'Id Al-Hilaaly
Republika Online - http://ramadhan.republika.co.id/berita/ramadhan/shaum-ala-rasulullah-saw/12/07/24/m7n9gy-halhal-yang-merusak-pahala-puasa

Inilah 9 Makna Penting Ramadhan

Minggu, 22 Juli 2012, 11:45 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhbib Abdul Wahab

Kata “Ramadhan” merupakan bentuk mashdar (infinitive) yang terambil dari kata ramidhayarmadhu yang pada mulanya berarti membakar, menyengat karena terik, atau sangat panas. Dinamakan demikian karena saat ditetapkan sebagai bulan wajib berpuasa, udara atau cuaca di Jazirah Arab sangat panas sehingga bisa membakar sesuatu yang kering.

Selain itu, Ramadhan juga berarti ‘mengasah’ karena masyarakat Jahiliyah pada bulan itu mengasah alat-alat perang (pedang, golok, dan sebagainya) untuk menghadapi perang pada bulan berikutnya. Dengan demikian, Ramadhan dapat dimaknai sebagai bulan untuk ‘mengasah’ jiwa, ‘mengasah’ ketajaman pikiran dan kejernihan hati, sehingga dapat ‘membakar’ sifat-sifat tercela dan ‘lemak-lemak dosa’ yang ada dalam diri kita.

Ramadhan yang setiap tahun kita jalani sangatlah penting dimaknai dari perspektif nama-nama lain yang dinisbatkan kepadanya. Para ulama melabelkan sejumlah nama pada Ramadhan.

Pertama, Syahr al-Qur’an (bulan Alquran), karena pada bulan inilah Alquran pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Selain itu, kitab-kitab suci yang lain: Zabur, Taurat, dan Injil, juga diturunkan pada bulan yang sama.

Kedua, Syahr al-Shiyam (bulan pua sa wajib), karena hanya Ramadhan me ru pakan bulan di mana Muslim diwajibkan berpuasa selama sebulan penuh. Dan hanya Ramadhan, satu-satunya, nama bulan yang disebut dalam Alquran. (QS al-Baqarah [2]: 185).

Ketiga, Syahr al-Tilawah (bulan membaca Alquran), karena pada bulan ini Jibril AS menemui Nabi SAW untuk melakukan tadarus Alquran bersama Nabi dari awal hingga akhir. Keempat, Syahr al-Rahmah (bulan penuh limpah an rahmat dari Allah SWT), karena Allah menurunkan aneka rahmat yang tidak dijumpai di luar Ramadhan. Pintu-pintu kebaikan yang mengantarkan kepada surga dibuka lebar-lebar.

Kelima, Syahr al-Najat (bulan pembebasan dari siksa neraka). Allah menjanjikan pengampunan dosa-dosa dan pembebesan diri dari siksa api neraka bagi yang berpuasa karena iman dan semata-mata mengharap ridha-Nya. Ke enam, Syahr al-’Id(bulan yang berujung/ berakhir dengan hari raya). Ramadhan disambut dengan kegembiraan dan diakhiri dengan perayaan Idul Fitri yang penuh kebahagiaan juga, termasuk para fakir miskin

Ketujuh, Syahr al-Judd (bulan kedermawanan), karena bulan ini umat Islam dianjurkan banyak bersedekah, terutama untuk meringankan beban fakir dan miskin. Nabi SAW memberi keteladanan terbaik sebagai orang yang paling dermawan pada bulan suci.

Kedelapan, Syahr al-Shabr (bulan kesabaran), karena puasa melatih seseorang untuk bersikap dan berperilaku sabar, berjiwa besar, dan tahan ujian.

Kesembilan, Syahr Allah (bulan Al lah), karena di dalamnya Allah melipatgandakan pahala bagi orang berpuasa.

Jadi, Ramadhan adalah bulan yang sangat sarat makna yang kesemuanya bermuara kepada kemenangan, yaitu: kemenangan Muslim yang berpuasa dalam melawan hawa nafsu, egositas, keserakahan, dan ketidakjujuran. Sebagai bulan jihad, Ramadhan harus dimaknai dengan menunjukkan prestasi kinerja dan kesalehan individual serta sosial.

Redaktur: Heri Ruslan


Sumber :
Republika Online - http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/12/07/22/m7jp8n-inilah-9-makna-penting-ramadhan

Doa Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID,

Doa Ramadhan Hari Ke-2
Minggu, 22 Juli 2012, 05:08 WIB

“Yaa Allah, dekatkanlah aku kepada keridhaan-Mu. Jauhkanlah aku dari kemurkaan serta balasan-Mu. Berilah aku kemampuan untuk membaca ayat-ayat-Mu, dengan rahmat-Mu, wahai Zat Maha Pengasih dari semua yang mengasihi.”

Doa Hari Pertama Ramadhan
Sabtu, 21 Juli 2012, 05:13 WIB

“Yaa Allah! Jadikanlah puasaku sebagai puasa orang-orang yang benar-benar berpuasa. dan ibadah malamku sebagai ibadah orang-orang yang benar-benar melakukan ibadah malam. dan jauhkan aku dari tidurnya orang-orang yang lalai. Hapuskanlah dosaku, wahai Tuhan sekalian alam, dan ampunilah aku, Wahai pengampun para pembuat dosa.”


Redaktur: Heri Ruslan


Sumber : Republika Online
01. http://ramadhan.republika.co.id/berita/ramadhan/shaum-ala-rasulullah-saw/12/07/22/m7j6tz-doa-ramadhan-hari-ke2
02. http://ramadhan.republika.co.id/berita/ramadhan/shaum-ala-rasulullah-saw/12/07/21/m7hcey-doa-hari-pertama-ramadhan

Inilah 8 Jenis Harta yang Wajib Dizakati

Minggu, 22 Juli 2012, 05:34 WIB

REPUBLIKA.CO.ID,

1. Zakat Perdagangan
Setiap harta hasil berniaga atau berdagang wajib dizakatkan meliputi barang dagangan, ditambah uang kontan, dan piutang yang masih mungkin kembali. Besar zakatnya 2,5 persen dikeluarkan setelah dikurangi utang, telah mencapai nisab (85 gram emas) dan telah berusia satu tahun haul.

2. Zakat pertanian dan buah-buahan
Hasil pertanian dan panen buah-buahan juga wajib untuk dizakatkan. Nishab zakat pertanian dan buah-buahan seperti nisab makanan pokok yaitu 300 sha atau 930 liter bersih, zakat yang dikeluarkan bila diairi dengan air hujan atau air sungai 10 persen dan bila diari dengan air yang memakan biaya lain seperti diangkut kendaraan, menggunakan pompa dan sebagainya, zakat yang dikeluarkan 5 persen, dan dizakati setiap panen.

3. Zakat Hewan ternak
Zakat hewan ternak unta,
a. 5 (lima) sampai 9 (sembilan) ekor unta, zakatnya 1 ekor kambing.
b. 10 (sepuluh) sampai 14 (empat belas) ekorr unta, zakatnya 2 ekor kambing.
c. 15 (lima belas) sampai 19 (saembilan belas) ekor unta, zakatnya 3 ekor kambing
d. 20 (du puluh) sampai 24 (dua puluh empat) ekor unta, zakatnya 4 ekor kambing.

Zakat hewan ternak sapi atau kerbau
a. 30 – 39 ekor sapi /kerbau, zakatnya 1 (satu) ekor sapi jantan/betina usia 1 tahun
b. 40 – 59 ekor sapi/kerbau, zakatnya 2 (dua) ekor anak anak sapi betina usia 2 tahun
c. 60 – 69 ekor sapi/kerbau, zakatnya 2 ekor anak sapi jantan
d. 70 – 79 ekor sapi/kerbau, zakatnya 2 (dua) ekor anak sapi betina usia 2 tahun ditambah 1 (satu) ekor anak sapi jantan 1 tahun. dan seterusnya.

Zakat hewan ternak kambing atau domba
1. 0 (nol) – 120 ekor, zakatnya 1 (satu) ekor kambing.
2. 120 – 200 ekor, zakatnya 2 (dua) ekor kambing.
3. 201 – 399 ekor, zakatnya 3 (tiga) ekor kambing
4. 400 – 499 ekor, zakatnya 4 (empat) kambing dan seterusnya setiap 100 (seratus) ekor zakatnya ditambah 1 (satu) ekor kambing.

4. Zakat Rikaz
Setiap penemuan harta terpendam dalam tanah selama bertahun-tahun atau rikaz, berupa emas atau perak yang tidak diketahui lagi pemiliknya maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 20 persen.

5. Zakat Profesi
Zakat yang dikeluaran dari penghasilan profesi jika sudah mencapai nilai tertentu (nisab) profesi yang dimaksud mencakup profesi pegawai negeri atau swasta. Seeorang pegawai dengan penghasilan minimal setara 520 kilogram beras wajib megeluarkan zakatnya sebesar 2,5 persen.

6. Zakat Investasi
Zakat investasi dikenakan terhadap harta yang diperoleh dari hasil investasi. Contohnya, bangunan atau kendaraan yang disewakan. Zakat investasi dikeluarkan pada saat menghasilkan, sedangkan modal tidak dikenai zakat. Besar zakat yang dikeluarkan 5 persen untuk penghasilan kotor dan 10 persen untuk penghasilan bersih.

7. Zakat Tabungan
Setiap Muslim yang memiliki uang dan telah disimpan terhitung mencapai satu tahun dan nilainya setara 85 gr emas wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 persen.

8. Zakat Emas/Perak

Setiap Muslim yang memiliki simpanan emas atau perak selama satu tahun dan nilai minimalnya mencapai 85 gram emas wajib mengeluarkan zakat sebanyak 2,5 persen.


Redaktur: Heri Ruslan


Sumber :
Republika Online - http://ramadhan.republika.co.id/berita/ramadhan/shaum-ala-rasulullah-saw/12/07/22/m7j81r-inilah-8-jenis-harta-yang-wajib-dizakati

Inilah Keutamaan Zikir

Kamis, 19 Juli 2012, 14:30 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Imam Nawawi

Ibnu Abbas RA meriwayatkan, zikir kepada Allah merupakan ibadah terbesar dibandingkan ibadah lainnya. Bahkan, Allah SWT memberikan jaminan langsung kepada hamba-hamba-Nya yang senantiasa berzikir kepada-Nya. “Ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.” (QS al-Baqarah [2]: 152).

Zikir adalah satu amal ibadah yang sangat strategis bagi umat Islam untuk berkomunikasi dengan Allah SWT. Dengan berzikir, Allah pun langsung mengingat kita. Karena itu, semakin banyak kita mengingat Allah, semakin kuat pula Allah mengingat kita. Dalam Alquran, Allah memerintahkan umat Islam untuk senantiasa memperbanyak zikir kepada-Nya. “Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS al-Ahzab [33]: 41).

Zikir harus dilakukan setiap saat, kapan pun, di mana pun, dan dalam keadaan bagaimanapun. Karena, Allah akan memberikan beragam keutamaan kepada orang yang banyak mengingat-Nya. Bahkan, Allah akan memberikan sesuatu yang lebih baik kepada ahli zikir.

Dalam Hadis Qudsi, Allah SWT berfirman, “Siapa yang menyibukkan diri dengan mengingat-Ku, daripada meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberikan kepadanya sesuatu yang lebih baik dari yang diberikan kepada orang yang meminta.” (HR Bukhari).

Karena itu, pantaslah jika seorang sahabat Nabi, Muadz bin Jabal, berkata, “Penghuni surga tidak menyesali apa pun selain waktu yang mereka lewatkan tanpa berzikir kepada Allah.” Subhanallah, sedemikian agungnya faedah zikrullah. Masihkah kita enggan untuk melakukannya?

Rasanya, tak seorang Muslim pun yang tidak mengerti tentang zikir. Tetapi dalam praktiknya, mayoritas umat Islam masih enggan untuk melakukannya. Hal ini bisa kita saksikan dari semakin banyaknya huru-hara, tawuran antarwarga, pencurian, perjudian, penipuan, dan korupsi.

Fakta yang paling nyata adalah masih banyak umat Islam yang interaksinya dengan Alquran dan masjid sangat kurang dan memprihatinkan. Padahal, seorang Muslim akan terjamin mampu melakukan zikir dengan benar dan konsisten manakala dirinya memiliki interaksi yang baik dengan Alquran dan masjid.

Hanya dengan Alquran, seorang Muslim akan memperoleh kebahagiaan. Dan, hanya melalui Masjid seorang Muslim dapat dikatakan benar-benar beriman. Itulah mengapa bangunan yang pertama dibangun oleh Rasulullah SAW adalah masjid.

“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah. Maka, merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS at-Taubah [9]: 18).

Menyongsong bulan suci Ramadhan kali ini, akan sangat baik jika seluruh umat Islam berbondong-bondong menyambut bulan penuh berkah ini dengan banyak berzikir kepada Allah dengan senantiasa menadaburi Alquran dan memakmurkan rumah Allah (masjid). Hanya dengan Alquran dan masjid, insya Allah keutamaan zikir akan kita dapatkan dengan sempurna. Aamiin.


Redaktur: Heri Ruslan


Sumber :
Republika Online - http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/12/07/19/m7ecvm-inilah-keutamaan-zikir

Empat Anugerah yang Membahagiakan

Rabu, 18 Juli 2012, 21:24 WIB

Oleh: Dr Muhammad Hariyadi, MA

Rasulullah SAW bersabda, “Empat perkara yang jika dianugerahkan kepada seseorang, maka sungguh ia telah dianugerahi kebaikan dunia dan akhirat, yaitu lidah yang berdzikir, hati yang bersyukur, tubuh yang sabar atas cobaan dan istri salehah yang tidak berkeinginan mengkhianati suaminya baik terhadap dirinya maupun harta suaminya.” (HR. Tirmidzi).

Empat anugerah tersebut keseluruhannya masuk dalam kasb (upaya) manusia. Masing-masing anugerah berdiri sendiri dan memerlukan berbagai tahapan pelatihan dan pembiasaan diri dalam proses pengintegrasiannya.

Jika keempat-empatnya menghiasi seseorang, maka sungguh ia telah mendapatkan kebaikan dunia-akhirat yang lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan apa yang diusahakan berupa harta-benda, peternakan, perkebunan, pertambangan dan lain sebagainya.

Pertama, lidah yang berdzikir. Banyak orang mukmin lupa berdzikir, Allah SWT telah memerintahkan dalam banyak firman-Nya. Pengingatan yang besar kita lakukan melalui rangkaian shalat lima waktu dan shalat sunah, sedangkan pengingatan yang kecil melalui dzikir dan syukur.

Perintah Allah untuk berdzikir pun bukan hanya dzikir ala kadarnya atau sedikit berdzikir sebab dzikir yang sekedarnya, sedikit dan dipamerkan itu adalah aktivitas orang-orang munafik (QS. An-Nisaa’: 142). Allah memerintahkan kita untuk mengingatnya tanpa batas, tanpa hitungan dan semata-mata untuk diri-Nya sebagai bentuk syukur kita kepada-Nya (QS. Al-Ahzaab: 41).

Sampai-sampai dalam setiap waktu dan keadaan diharapkan lidah kita senantiasa basah karena berdzikir sebagaimana anjuran Rasulullah SAW, “Dan hendaklah lidahmu senantiasa basah karena dzikir kepada Allah.” (HR. Tirmidzi).

Kedua, hati yang bersyukur. Dzikir dan syukur adalah dua aktivitas yang sangat dekat. Mereka yang berdzikir sama dengan mensyukuri nikmat Allah, sebaliknya mereka yang pandai bersyukur sebenarnya sedang mengimplementasikan makna dzikir kepada Allah.

Orang-orang yang pandai bersyukur adalah mereka yang tidak terputus ibadahnya, sebab syukur mereka sudah tidak terbatas lagi jumlahnya sehingga ibadahnya kepada Allah SWT pun pada fase menikmati yang sunah seperti wajib.

Ketiga, tubuh yang sabar terhadap berbagai cobaan. Dunia adalah ladang menuju kehidupan akhirat. Oleh karenanya, tidak akan ada kehormonisan dan kedamaian abadi di dunia. Kunci untuk menjadikan masa depan dunia yang lebih baik adalah berbuat kebaikan dan bersabar. Karena itu pula kehidupan seorang mukmin harus senantiasa menakjubkan karena mereka bersabar dan menerima dengan ikhlas apa pun ketentuan (qadar) Allah SWT yang didasari dengan prinsip menjadi lebih baik.

Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh menakjubkan perkaranya kaum mukmin, dan hal itu tidak terjadi selain kaum mukmin. Jika sedang mendapatkan kebaikan ia bersyukur, maka yang demikian itu baik baginya. Jika sedang memperoleh keburukan ia bersabar, dan yang demikian itu (juga) baik baginya.” (HR. Muslim).

Keempat, istri salehah yang tidak berkeinginan mengkhianati suaminya baik terhadap dirinya maupun harta suaminya. Istri model ini adalah kebaikan yang terwariskan oleh keluarganya yang harus kita pilih. Kita lantas menjadikannya lebih salehah lagi dengan pendalaman dan implementasi agama sehingga membahagiakan jika di pandang, taat pada suaminya, memelihara anak-anak dan harta suaminya pada saat suaminya tidak di rumah.

Dari Abdullah bin Amr bin Ash bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah istri yang salehah.” (HR. Muslim).


Redaktur: Chairul Akhmad


Sumber :
Republika Online - http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/12/07/18/m7d1ch-empat-anugerah-yang-membahagiakan

Ramadhan Momentum Kebangkitan Umat Islam

Selasa, 17 Juli 2012, 20:38 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Umat Islam perlu menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan dengan gegap gempita. Sebab, di bulan itu umat Islam akan mengalami momentum kebangkitan.

Ketua umum Ikatan Da'i Indonesia (IKADI), Satori Ismail mengungkap kebangkitan yang dimaksud adalah kebangkitan spiritual. Mengapa spiritual ini perlu dibangkitkan, sebab ruh dalam diri manusia tidak bisa jauh dari spiritual.

Ketika spiritual manusia dibangkitkan maka selanjutnya akan membangkitkan bagian yang lain. "Anda bayangkan, selama Ramadhan, anda sebenarnya dilatih untuk membangkitkan spiritual dalam diri. Semisal, Ramadhan membangkitkan orang yang siang hari hanya makan saja kini harus menahan rasa lapar dengan mengisi kegiatan positif," kata dia saat berbincang dengan ROL, Selasa (17/7).

Dalam konteks kebangsaan, kata dia, Ramadhan menjadi momentum membangkitkan rasa persatuan. "Kita tengah berada dalam perpecahan. Ramadhan menyatukan kita. Indah sekali ketika kita berpuasa serentak, tarawih bersama, membaca Alquran bersama dan kegiatan lain yang menunjukan kebersamaan," imbuh dia.

Karena itu, lanjut dia, mari tengadahkan tangan, berdoa kepada yang Maha Kuasa agar segala bentuk perpecahan hilang. "Mari kita niatkan diri untuk memperoleh keistimewaan Ramadhan dengan mengawalinya meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT," pungkasnya.


Redaktur: Karta Raharja Ucu
Reporter: Agung Sasongko


Sumber :
Republika Online - http://ramadhan.republika.co.id/berita/ramadhan/kabar-ramadhan/12/07/18/m7b4kt-ramadhan-momentum-kebangkitan-umat-islam

Diwajibkannya Puasa Ramadhan

Rabu, 18 Juli 2012, 12:59 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Allah mewajibkan kaum muslimin puasa Ramadhan, oleh karena memutuskan jiwa dari syahwatnya dan menghalangi nya dari apa yang biasa dilakukan termasuk perkara yang paling sulit.

Kewajiban puasa pun diundur sampai tahun kedua Hijriyah, setelah hati kaum mukminin kokoh dalam bertauhid dan dalam mengagungkan syiar-syiar Allah, maka Allah membimbing mereka untuk melakukan puasa dengan bertahap.

Pada awalnya mereka diberi pilihan untuk berbuka atau puasa beserta diberi spirit untuk puasa, karena puasa masih terasa berat bagi para shahabat Radhiallahu 'anhum. Barangsiapa yang ingin berbuka kemudian membayar fidyah dibolehkan, Allah berfirman yang artinya :

"...Berpuasa, wajib membayar fidyah, memberikan makanan seseorang miskin, maka barangsiapa yang mendermakan lebih dengan sukanya sendiri, maka itu lebih baik baginya; bahwa puasa itu lebih baik baginya, jika kamu mengetahui." (Surat Al- Baqaroh : 184)

Kemudian turunlah kelanjutan ayat tersebut yang menghapus hukum diatas, hal ini dikabarkan oleh dua orang shahabat yang mulia : Abdullah bin Umar dan Salamah bin Al-Akwa' –Radhiallahu 'anhum- keduanya berkata :

"Kemudian dihapus oleh ayat : "Bulan Ramadhan itulah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-qur'an yang menjadi petunjuk bagi manusia dan menjadi keterangan-keterangan dari petunjuk itu dan yang membedakan antara yang hak dan yang bathil, maka barang siapa di antara kamu melihat bulan itu, hendaklah ia berpuasa dan barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan, maka (wajib ia berpuasa) beberapa hari (yang ketinggalan itu) di hari-hari yang lain, Allah menghendaki kelapangan bagimu dan Allah tidaklah menghendaki kesulitan bagimu. Dan hendaklah kamu menyempurnakan bilangannya dan supaya kamu mengagungkan Allah terhadap sesuatu yang Allah telah menunjukan kamu (kepada-Nya) dan mudah-mudahan kamu mensyukuriNya." (Surat Al- Baqoroh: 185)

Dan dari Ibnu Abi Laila dia berkata : "Shahabat Muhammad Shalallahu 'alaihi wa salam telah menyampaikan kepada kami : "Ketika turun kewajiban puasa Ramadhan terasa memberatkan mereka, barangsiapa yang tidak mampu dibolehkan meninggal kan puasa dan memberi makan seorang miskin, sebagai keringanan bagi mereka, kemudian hukum ini dihapus oleh ayat : "Berpuasalah itu lebih baik bagi kalian". Akhirnya mereka disuruh puasa. (Diriwayatkan oleh Bukhori secara mu'allaq (8/181- fath), dimaushulkan oleh Baihaqi dalam (sunan) (4/200) sanadnya hasan).

Sejak itu jadilah puasa salah satu simpanan Islam, dan menjadi salah satu rukun agama berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasalam (yang artinya):

"Islam dibangun atas lima perkara : Syahadata alla ilaaha illallahu, wa anna Muhammad rasulullah, menegakan shalat, menunaikan zakat, dan naik haji ke baitul haram, serta puasa Ramadhan". (Diriwayatkan oleh Bukhori (1/47), Muslim (16) dari Ibnu Umar)

Marhaban Ya Ramadhan...

Redaktur: Hafidz Muftisany

Sumber: Sifat Shaumin Nabiy oleh Syaikh Salim bin 'Id al-Hilaly
Republika Online :
01. http://ramadhan.republika.co.id/berita/ramadhan/shaum-ala-rasulullah-saw/12/07/18/m7cdz6-diwajibkannya-puasa-ramadhan-1
02. http://ramadhan.republika.co.id/berita/ramadhan/shaum-ala-rasulullah-saw/12/07/18/m7ce4m-diwajibkannya-puasa-ramadhan-2habis

Pengaruh Puasa untuk Ibu Hamil dan Menyusui

Selasa, 17 Juli 2012, 20:08 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Ada sebuah penelitian yang dilakukan di perkampungan Afrika Barat untuk mengetahui pengaruh puasa bulan Ramadhan terhadap kinerja metabolisme di kalangan wanita hamil dan menyusui.

Tim peneliti menemukan bahwa semua ibu menyusui dan 90 % persen ibu hamil di desa tersebut menjalankan ibadah puasa selama satu bulan penuh. Pengukuran kadar glukosa serum, asam lemak bebas, zat-zat keton, alanin, insulin, glukagon, dan level hormon tiroksin (T3) pun dilakukan.

Sampel-sampel penelitian diambil pada pukul 07.00 dan 19.00 dari 22 ibu hamil, 10 ibu menyusui, serta 10 wanita lain yang tidak hamil dan tidak menyusui, sebagai pembanding. Hasilnya kemudian dikomparasikan dengan pengukuran komponen-komponen ini yang dilakukan pada hari di luar Ramadhan setelah para responden diinstruksikan untuk tida mengonsumsi makanan selama semalaman (layaknya Ramadhan).

Hasil akhirnya adalah sebagai berikut:

1- Tidak ada perbedaan antara kadar komponen-komponen ini pada ibu menyusui dengan kadar serupa pada kelom­pok pembanding, wanita yang tidak menyusui maupun hamil, meskipun wanita menyusui harus memikul dua beban sekaligus, beban menyusui dan beban puasa yang rentang waktunya kadang bisa mencapai 19 jam (rata-rata lama puasa di kawasan Afrika Utara dan Barat, apalagi di musim panas memang jauh melebihi lama puasa di kawasan tropis, Indonesia misalnya.)

2- Kadar glukosa pada fase-fase akhir kehamilan adalah 0,3+01 ml/liter. Ini adalah kadar yang terendah dibanding kadar glukosa serupa pada kelompok respon­den yang lain (ibu menyusui dan ibu yang tidak hamil maupun menyusui).

3- Tingkat asam lemak bebas, zat-zat keton, dan beta hidrok­sida butirat pada wanita hamil selama bulan puasa adalah yang tertinggi. Sedangkan tingkat alaninnya pada masa- masa akhir kehamilan lebih rendah dibanding pada masa- masa pertama kehamilan.

Para peneliti pun berkesimpul­an, bahwa cepatnya proses metabolisme pada masa-masa akhir kehamilan hanya terjadi selama bulan Ramadhan. Sehingga muncullah beberapa efek starvasi. Mereka lantas menunjuk faktor rendahnya pendapat ekonomi yang menimpa penduduk di kawasan Afrika Barat ini sebagai biang keladi kekurangan gula darah (glukosa).

Redaktur: Hafidz Muftisany
Reporter: Hannan Putra


Sumber: Terapi Puasa, Oleh Dr. Abdul Jawwad Ash-Shawi
Republika Online - http://ramadhan.republika.co.id/berita/ramadhan/shaum-sehat/12/07/17/m754sy-pengaruh-puasa-untuk-ibu-hamil-dan-menyusui

Puasa Baik untuk Ginjal Lho..

Rabu, 18 Juli 2012, 09:58 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, Pada 1986, Dr Fahim Abdurrahim dan beberapa ilmuwan dari Fakultas Kedokteran Universitas Al-Azhar melakukan sebuah riset mengenai pengaruh puasa Ramadhan bagi kinerja ginjal pada orang-orang normal dan para pasien penderita sejumlah penyakit sistem buang air maupun panyakit kencing batu (renal calculi).

Riset ini dilakukan pada 10 orang yang menderita penyakit sistem urinari dan lima belas pengidap remi calculi, di samping lima belas orang sehat sebagai bahan komparasi. Selama fase puasa dan tidak puasa, sampel urine mereka diambil dan dianalisis untuk mengetahui kadar kalsium, sodium, potasium, urea, sel darah, dan zat asam urin.

Pengaruh puasa pada unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:

Terjadi penurunan signifikan pada volume kencing dengan peningkatan kepadatan kualitatifnya pada masing-masing kelompok responden. Selain itu terjadi beberapa perubahan yang sangat kecil (insignifikan) pada keseluruhan komponen serum: kalsium, sodium, potasium, zat asam urin, sel darah, dan urea.

Peningkatan insignifikan pada kalsium dalam air kencing juga dialami oleh semua responden. Ditambah lagi dengan peningkatan yang tak berarti pada zat asam urin dan urea pada seluruh kelompok.

Perubahan yang sama pada sodium dan potasium dialami oleh sampel pembanding (orang-orang yang sehat), juga sel darah urine kelompok sampel yang sakit. Sebaliknya, kenaikan yang cukup tinggi terjadi pada kandungan sodium dan potasium di kalangan kelompok sampel yang sakit.

Dari data tersebut para peneliti pun berkesimpulan, bahwa puasa tidak membawa dampak negatif bagi semua penderita urinal yang menjadi sampel riset ini. Baik yang sakit karena faktor pembentukan batu ginjal atau karena gangguan sistem urinari (saluran kencing).

Pada tahun 1988, Qadir dan kawan-kawan melakukan penelitian serupa terhadap para penderita penyakit ginjal akut namun tetap menjalankan puasa selama bulan Ramadhan. Mereka menyatakan, bahwa tidak ada perubahan yang berarti pada volume urea, sel darah, sodium, bikarbonat, fosfor, dan kalsium.

Tetapi, ada peningkatan signifikan pada volume potasium dalam darah dan mereka menisbatkan penyebab kenaikan tersebut pada konsumsi minuman yang kaya potasium setelah berbuka.

Hal senada ditegaskan oleh Scott. Menurutnya, tidak ada perubahan berarti pada urea dan sel darah selama puasa.

Redaktur: Hafidz Muftisany
Reporter: Hannan Putra


Sumber: Terapi Puasa, Oleh Dr. Abdul Jawwad Ash-Shawi
Republika Online - http://ramadhan.republika.co.id/berita/ramadhan/shaum-sehat/12/07/18/m753sh-puasa-baik-untuk-ginjal-lho

Inilah Hikmah Berpuasa

Rabu, 18 Juli 2012, 12:48 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Puasa di dalam Islam mengandung banyak hikmah atau ajaran-ajaran untuk meningkatkan nilai-nilai manusia dan mem­pertinggi mutunya yang paling penting adalah sebagai berikut:

1. Melatih manusia memiliki sifat khasyyah (takut) kepada Allah, baik secara rahasia, maupun terang-terangan, karena tiada yang mengawasi orang yang berpuasa itu kecuali Allah.

Ia meninggalkan syahwatnya terhadap makanan yang lezat, minuman yang segar dan lain-lain sebagainya, karena semata- mata melaksanakan perintah Allah, dan tunduk kepada petunjuk agamanya, untuk berpuasa sebulan lamanya.

2. Memecahkan ketajaman syahwat, dan menjadikan jiwa dapat menguasai syahwatnya, sesuai dengan petunjuk agama. Apabila seorang selalu menuruti keinginan nafsu syahwatnya, maka ia telah menjadi budak dari nafsu syahwatnya.

3. Melatih diri bersifat kasih sayang, sehingga terdorong untuk melakukan perbuatan sosial, seperti memberikan sedekah kepada fakir miskin. Memberi bantuan kepada orang-orang yang tertimpa bencana, karena ia ketika merasakan kelaparan, teringat kepada orang-orang yang menderita kelaparan, atau orang-orang yang tertimpa musibah.

4. Menimbulkan rasa cinta kepada keadilan, dan persamaan derajat umat manusia, dalam menjalankan kewajiban dan memperoleh hak. Dalam pelaksanaan ibadah puasa ini, terlihat persamaan antara orang-orang kaya dengan fakir miskin, dan antara penguasa dengan rakyat jelata, dalam melaksanakan satu kewajiban agama.

5. Membiasakan umat untuk hidup teratur dan bersatu, menghindari sifat sombong dan iri hati. Mereka memulai ibadah puasanya di dalam satu waktu, dan mereka berbuka dalam satu waktu pula. Mereka sama-sama menunggu waktu dengan kesabaran, dan tidak seorang pun mendahului orang lain di dalam berbuka itu.

6. Membersihkan usus atau alat pencerna, daripada zat-zat yang berbahaya dalam perut, seperti zat lemah dan sebagainya; dan menghilangkan zat-zat yang mengendap di dalam tubuh, mengeringkan kelembabannya, dan menghancurkan lemak yang dapat berbahaya terhadap jantung

Redaktur: Hafidz Muftisany
Reporter: Hannan Putra


Sumber :
Republika Online - http://ramadhan.republika.co.id/berita/ramadhan/shaum-ala-rasulullah-saw/12/07/18/m756vc-inilah-hikmah-berpuasa

Subhanallah, Puasa Itu Menyehatkan Mental

Selasa, 17 Juli 2012, 08:17 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Puasa ibaratkan sebuah latihan atau pendidikan bagi jiwa. Shaum juga ternyata merupakan metode terapi penyakit kejiwaan dan penyakit fisik.

Puasa berfungsi sebagai pengontrol sarana untuk mencegah sikap dan tingkah laku kita yang tidak terpuji. Puasa mampu menjaga ruh, hati, dan tubuh dari segala macam penyakit.

Dalam pandangan agama, puasa dapat dijadikan sarana untuk lebih bertakarub kepada Allah. Sedangkan, secara psikologis, puasa erat kaitannya dengan kesehatan mental karena dapat dijadikan kontrol yang dapat mencegah kita dari sikap keji dan mungkar. Puasa juga dapat digunakan untuk melepaskan diri dari perasaan bersalah dan dosa serta dari perasaan depresi atau penyakit kejiwaan lainnya.

Puasa merupakan salah satu perintah dari Allah, tetapi puasa besar manfaatnya sebagai pengendalian diri. Pengendalian akan mengantarkan manusia pada kebebasan berperilaku di luar “kebiasaan” yang membatasi sikap kita supaya tidak berlebihan. Kebutuhan fisik maupun psikis manusia harus dapat dikendalikan atau dibatasi selama berpuasa. Hal itu akan terasa berat bagi orang yang belum terbiasa. Namun, berpuasa akan terasa ringan dengan latihan dan pembiasaan.

Selan itu, puasa dapat melatih kesabaran. Itu karena orang yang berpuasa akan dapat mengendalikan diri. Emosi yang ada dalam diri dapat diatur melalui berpuasa. Hal itu dapat membuat hidup kita lebih matang, konsisten, dan jujur. Puasa juga dapat mengusir kesedihan, melahirkan rasa empati, dan dapat memberikan kenikmatan ruhiyah serta ketenangan. Puasa dilakukan untuk mendapatkan keridaan Allah. Jika motivasi puasa tersebut dilakukan sematamata karena Allah, mereka akan melaksanakannya tanpa beban.

Puasa sekaligus berfungsi sebagai kontrol dan pencegahan untuk melakukan tindakan yang dilarang. Nafsu dapat dikekang dan dikendalikan dengan pendidikan dan pelatihan sejak dini, sedangkan jika masih timbul keraguan, permasalahan tersebut dapat dikembalikan sesuai dengan Alquran dan hadis. Sebagai contoh, hubungan seksual bebas (free sex) itu ada dan banyak yang melakukannya, namun dalam agama Islam tidak diperbolehkan.

Ajaran moral
Menurut Psikolog Universitas Indonesia (UI) Dadang Hawari, pesan puasa secara moral mengajarkan kita supaya dapat berbuat baik, tidak hanya sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga dapat mencegah kita dari perbuatan keji dan mungkar.

Sebagaimana apabila Anda merasa stres dan depresi, jadikanlah shalat dan sabar untuk memperoleh ketenangan. ”Orang yang dapat mengendalikan diri itu merupakan orang yang sehat mentalnya sebab peperangan terbesar bagi manusia itu adalah perang melawan hawa nafsu,” tutur Dadang.

Puasa dapat berarti menahan diri dari makan, minum, dan segala hal yang membatalkannya dengan niat yang tulus karena Allah SWT. Itu karena puasa berfungsi sebagai penyucian, pembersihan, dan penjernihan diri dari kebiasaan-kebiasaan yang jelek dan akhlak tercela. Puasa juga dapat untuk melatih kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional.

Kepribadian manusia diumpamakan seperti fenomena gunung es. Hal itu karena bagian permukaan gunung saja yang dapat terlihat, sedangkan bagian dasarnya tidak terlihat. Secara psikologis, manusia mempunyai id, ego, dan superego. Dengan demikian, tidak ada seseorang yang mengetahui secara utuh seseorang lainnya karena yang diketahuinya secara parsial.

Jika dilihat dari kedudukannya, id merupakan nafsu manusia yang muncul sebagai dorongan yang tak tampak dalam diri manusia. Ego berfungsi menyeimbangkan antara id dan superego, sedangkan superego merupakan kontrol manusia atau sesuatu yang dapat menahan manusia melakukan tindakan-tindakan yang dilarang oleh agama.

Id bisa diumpamakan sebagai nafsu, sedangkan superego merupakan iman manusia (puasa) atau bisa berupa tatanan moral, norma, dan etika. Hal itu karena ada nilainilai yang boleh dilakukan oleh manusia dan ada nilai-nilai yang dilarang terkait halal dan haram.

Puasa yang dilakukan manusia diharapkan mampu difungsikan untuk mengendalikan diri dari ‘id’ yang berupa dorongan-dorongan naluriah dalam diri manusia, seperti rasa lapar, haus, dan kebutuhan biologis lainnya. Seseorang bisa mengendalikan “id” dengan membiarkan “superego” menguasai diri. Hal itu bisa dicapai dengan sikap iman, Islam, dan ihsan.

Dadang menjelaskan, kebiasaan berpuasa harus ditanamkan sejak balita sesuai dengan kemampuannya karena dengan kebiasaan ini akan tertanam nilai-nilai tersebut dalam dirinya. Anak-anak akan mencontoh perilaku yang dicontohkan oleh orang tuanya. Nilai-nilai keteladanan itu akan membekas.

Redaktur: Heri Ruslan
Reporter: asep nurzaman


Sumber :
Republika Online - http://ramadhan.republika.co.id/berita/ramadhan/shaum-sehat/12/07/17/m7a68p-subhanallah-puasa-itu-menyehatkan-mental