Rahasia Mustajabnya Doa

Rabu, 01/08/2012 14:28 WIB

KH Abdullah Gymnastiar - detikRamadan

Jakarta - Doa adalah penting. Bahkan Allah SWT juga memerintahkan kita untuk berdoa. Memang, yang terpenting dari doa bukanlah tujuan dari doa itu sendiri. Tetapi suasana hati kita yang benar-benar memurnikan tauhid tatkala berdoa dan dalam memaknainya.

Seseorang dikatakan baik ketika berdoa jika orang tersebut berhasil menemukan posisi yang paling tepat bagi seorang hamba. Merasa lemah tiada daya. Dia akan memohon kepada Allah yang Maha Kuasa dan Maha Perkasa. Hamba yang baik itu yang merasa miskin. Tidak punya apa pun.Termasuk diri ini. Jika kita masih merasa punya, merasa bisa, itu tidak benar.

Ketika kita sudah merasa tidak berdaya dan hanya berharap kepada Allah SWT, dan tidak pernah hati ini bercabang mengharapkan pertolongan siapa pun, itu sudah bagus. Insya Allah doanya makbul. Ketika kita merasa tidak mengerti, tidak tahu, bodoh, dan Allah satu-satunya yang Maha Tahu, itu jadi posisi yang paling mustajab. Dan itu tidak hanya pada waktu berdoa saja.

Ada yang merasa mempunyai kedudukan di sisi Allah. Seakan-akan dia sudah suci dan sudah mulia karena memakai pakaian yang islami. Bagi laki-laki, dia memakai sorban dan peci. Jika perempuan, dia memakai jilbab yang lebar dan pakaian rapi. Sehingga merasa mempunyai kedudukan di sisi Allah. Justru itu bisa menjadi hijab (penghalang) bagi kedekatannya dengan Allah. Harusnya orang itu merasa kotor, hina, dan berpikir jangan-jangan berpakaian rapi simbol-simbol agama, tapi berhati busuk.

Jika kita merasa saleh, pintar, dan lebih jelek lagi jika merasa mempunyai kedudukan di sisi Allah, itu akan menjadi hijab. Jadi, jika ingin doanya mustajab, bukan masalah redaksi doanya. Masalah redaksi dapat dibaca oleh siapa pun. Tapi lebih kepada hati yang menyerahkan segalanya kepada Allah.

Mengapa ada yang berdoa satu kali langsung dikabulkan dan ada yang berdoa 1.000 kali tapi doanya tidak dikabulkan? Pasti ada masalah di hatinya. Dia mengatakan 'laa haula wa laquwwata illa billah', tapi hatinya masih berharap kepada selain Allah. Harusnya, meyakini bahwa tidak ada yang bisa menolong selain Allah.

Memang yang terpenting adalah bukan masalah terkabulnya doa. Yang terpenting bagi kita adalah jadi hambanya Allah melalui doa. “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaku.” (QS. adz-Dzariyat [51]: 56.)

Jadi, yang terpenting dari doa kita adalah tauhid kita menjadi bersih dan menjadi hamba Allah sejati. Perkara dikabulkannya doa itu karunia lain dari Allah. Agar keterkabulan doa itu bisa menambah keimanan.

Doa itu bisa mengubah dari takdir satu ke takdir lain. Mau takdir apa pun, semuanya tidak ada yang baru di sisi Allah. Karena semuanya telah ditulis di lauhul mahfudz. Begitu pun dengan doa. Doa yang betul-betul bulat dan doa yang main-main akan berbeda hasilnya.

Adapun perkara mendoakan orang lain itu bisa saja. Bagaimana jika Allah membalikkan hati seseorang? Bisa jika Allah mau. Rasulullah saw juga mendoakan di antara dua Umar. Umar bin Khatab dan Umar bin Khisam yang ternyata hanya salah satu saja yang hatinya di balikkan oleh Allah.

Rasulullah saw juga banyak mendoakan orang agar diberi hidayah. Oleh karena itu, jangan pelit berdoa. Karena siapa tahu Allah memberikan saat mustajabnya doa ketika kita sedang berdoa. Semua doa kita pasti didengar oleh Allah. Tidak ada yang tidak terdengar dan semua ada catatannya. Dan Allah Maha Tahu merunduknya hati kita seperti apa. Jangan ragukan mustajabnya doa. Janji Allah sudah pasti, tapi bentuk dan caranya sesuka Allah.

Berbaik sangkalah kepada Allah. Dan berbaik sangka itu cirinya adalah patuh. Allah akan membantu, Allah akan membereskan, karena Ia pemilik jagad semesta ini. Allah akan mencukupi. Itu baik sangka. Tapi jika tidak salat, maksiat jalan terus, ini bukan baik sangka. Itu menghayal saja.


*Pimpinan Pondok Pesantren Daarut Tauhiid
Pendiri & Pembina DPU Daarut Tauhiid

(rmd/rmd)


Sumber :
Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/08/01/142805/1980439/1422/rahasia-mustajabnya-doa

Tidak ada komentar: